Rabu, 19 Agustus 2015

Jangan sampai malam

Benarkah tak cukup yang pagi sampaikan? 
Sampai malam harus menungguimu berkata-kata
Padahal kita bertemu di banyak terik siang
Mimpi-mimpi naik ke langit sudah lewat deru napas yang menguap 
Tinggi sekali
Kau tau itu

Kamis, 06 Agustus 2015

Dalam tidur

Pedati beroda besi ini panjang sekali, nak. Seperti perjalananmu yang diam-diam menjadi doaku. Malam ini, dalam pejam matamu aku tau kamu begitu berarti di bumi. Paling tidak bagi dua orang yang mau mengalah, bersusah untukmu mempersiapkan mimpi.
Seperti apa rupa esok hari, hadapilah nak. Tertawa sajalah hingga tak ada takut yang membayangi kaki-kakimu berjingkat ke udara. Lakukan permainanmu dengan membuka inderamu satu-satu, hingga mengerti mengapa ibu ayahmu masih kerap mengingatkan dengan berbagai nada. Memahami kebebasan tak berarti sekenanya.
Selama tidur, nak. Untukmu matahari esok berjanji tak menyengatmu begitu saja.

Selasa, 30 Juni 2015

Tempat Sampah

Seberapa penting?
Seberapa jauh cintanya?
Seberapa akrab?
Pada akhirnya diantarkannya kau pada peluk ku
Lebih sering tanpa mata yang harus berkaca-kaca
Seluruh kisah dan saripati  kepunyaanmu, dulu
Menguar dalam rongga
Penuh gaungnya merayapi setiap sisi
Tak apa
Desah rintih bahkan amuk, hanya milik dengarku
Bersenandunglah dalam kidung laramu
Tak ada yang lebih lekat dengan tabah kecuali aku, kau tau?
Jika lagu-lagu mu kemudian diam
Tubuhmu endap
Aku menyimpan seluruhnya
Cerita masyhur hingga tangismu sendirian
Kemungkinan lain, masih saja ada yang coba memisahkan
Memeras sekali lagi
Katanya, kamu terlalu jelita
Apa aku terlalu buruk rupa?
Tak tau saja,
Hanya bersamaku, kau bisa diperebutkan

Senin, 22 Juni 2015

Anomali

Tadinya mudah,
Berbicara dengan ragamu
Meski bibir hanya menemukan punggung untuk pecah
Untuk sekejap tawa yang sudah
Hingga prosa hidup manusia berwarna ungu
Atau ceritamu yang hanya mampu tertangkap telinga dan pikirku satu-satu
Aku mampu
Menerima segala baikmu
Tanpa meninggalkan cara untuk mencari celahmu
Aku manusia, tak ingin seseorang berupa sempurna begitu saja
Terlebih kamu
Hanya untuk berpegang agar angin tak turut melayangkan rasa
Rasa yang menjauhkan dari nyata

Jumat, 19 Juni 2015

Ayah - Andrea Hirata : Berjanji Membacanya Lagi

Membaca karyanya dalam bentuk asli tanpa perantara adalah hal yang seringkali saya hindari. Sejak terakhir kali saya menggebu membaca karyanya, Laskar Pelangi, saya kemudian hanya berani mengintip sastra yang ia ciptakan lewat sudut pandang orang lain yang lebih berani membaca atau paling mentok menikmatinya dalam bentuk visual, film yang diadaptasi dari beberapa miliknya.
Alasannya, saya tak ingin stuck di satu buku fiksi yang sama untuk waktu yang cukup lama karena banyak yang harus diimajinasikan ditambah memahami bahasa yang jarang saya temukan di buku lain. Intinya, saya masih jadi pembaca yang malas.
Namun akhirnya toh saya luluh juga pada buku ini karena perjuangan teman baik saya mendapatkan buku dan tanda tangan penulisnya sampai tercetak dua di bukunya. Iya, saya hanya pinjam kali ini. Judulnya yang memakai kata "Ayah" sangat familiar tak seperti novelnya yang lain juga membuat saya jumawa berani untuk membaca. Bahkan di tengah minggu Ujian Akhir Semester yang harus saya jalani! Paling ceritanya tak terlalu berat dan bisa dijadikan selingan membaca materi UAS, pikir saya waktu itu.
Bisa ditebak, dugaan saya meleset. Andrea Hirata tetaplah seorang penulis yang rumit dan serius, mengingat proses setiap bukunya adalah hasil riset yang amat panjang untuk sebuah karya fiksi. Tak biasa. Teringat membaca Laskar Pelangi, saya membutuhkan satu minggu untuk menghabiskannya, membaca novel ini saya harus merelakan 4 hari untuk tuntas membaca novel setebal 400an halaman ini. Bukan sebuah kemajuan saya rasa, karena ini tuntutan akibat buku ini hanyalah pinjaman seorang teman sehingga banyak bagian yang saya lewatkan terutama bagian sajak-sajak tokoh utama, sang ayah dan anaknya yang terwarisi kemampuan tersebut, demi bisa menyelesaikan novel yang memiliki alur cerita maju-mundur ini.
Seperti laskar pelangi, buku ini mengambil lokasi di Belitong dalam gambaran krisis setelah masa jayanya sebagai penghasil timah. Bertokoh utama juga sama, seorang laki-laki. Bedanya bukan lagi anak-anak, tapi bujang yang jatuh cinta mati-matian pada pandangan pertamanya sepanjang hidup, Sabari namanya. Tentu saja, tokoh ini ditemani sahabat baiknya. Dua orang dengan seluruh gambaran keunikannya akibat prinsip hidup hingga lingkungan dan budaya yang membentuk mereka bertiga. Dalam segala musim, ide, duka maupun suka.
Tak hanya sang tokoh utama juga kedua temannya, tokoh yang lewat dalam buku ini pun di deskripsikan dengan apik dan cukup rinci oleh si empu kisah, dalam sudut pandangnya. Sudut pandang ke tiga. Satu tokoh, diceritakan rincinya dalam satu bab yang sama tapi tak jarang berlaku bertolak belakang di bab lain, kebanyakan cinta penyebabnya.
Ini bukan novel roman bagi saya meski penuh puisi dan jungkir balik kehidupan nyaris setiap tokoh, bukan hanya tokoh utama karena cinta dari bab pertama hingga akhir. Ini fiksi dengan humor cerdas, kaya kearifan lokal juga sejarah sekaligus naif, untuk saya sendiri.
Kalau om Hirata menginginkan saya menangis di akhir cerita, ekspresi saya tetap sama Om. Mengerutkan kening dan berjanji untuk kembali membaca buku ini. Karena buku ini sukses membuat saya konsentrasi sepanjang diksi hanya agar saya mengerti setiap kejutan dari urutan kisah yang harus saya susun sendiri setiap selesai membaca satu bab. Tambahan kerutan, beberapa puisi yang sempat terbaca dan sebutan dalam bahasa daerah yang tak terunut dalam catatan kaki.

Kamis, 18 Juni 2015

Menjadi Kuat

Datang lagi,
Gemanya lembut terdengar
Serupa pijar, satu-satu kemudian segala urusan menjadi terang
Sebab seringkali berbenah bukan perkara lumrah
Tapi waktu menjadi tau, bahwa ini adalah detaknya yang ditunggu
Ramadhan

Satu dua kali aku pernah meracau
Menjadi manusia kuat adalah tak mengungkung bebasnya manusia lain
Benar memang
Tapi kuat bukan hanya perkara aku saja
Kamu, juga kita

Kalau bukan karena cinta, tentu saja
Aku ingin menjadi kuat sendiri saja
Paling tidak hanya bersama adik kecilku yang tengah belajar meraba
Seberapa tegar ia bisa berjalan, tanpa berpegangan kala kita mesti berpapasan

Sulit?
Tentu, maka aku tau cintamu genap pada kami
Sehingga sudi pun kamu belajar, meski hanya lewat kisi
Membumikan hati untuk mengerti
Tak ada yang lebih hebat dari kemampuan memahami

Terimakasih tak mengizinkanku kuat sendiri
Membiarkanku mudah tanpa harus meminta
Karena kamu tau aku selalu menunggu
Dalam sebelas berbanding satu untuk bertemu

Dalam kurun yang sama
Aku pun berguru pada peduli mu
Untuk tak menjadikan celah dalam berbeda
Karena tak ada perintahNya untuk tak baik pada sesama

Rabu, 10 Juni 2015

Tulisan Pindahan : Penasaran dan Kota Bogor


 Beberapa perjalanan sebelum ini pernah saya lakukan, tapi biarkan saya memilih cerita ini sebagai awalan perjalanan yang saya tuliskan dalam catatan kecil ini. Perjalanan itu terjadi atas nama rasa penasaran yang sudah susah saya redakan dan seorang teman yang mau begitu saja dimafaatkan di repotkan menemani saya menyanggupi rasa penasaran itu, berburu melihat anggrek.
Demi apapun juga, jangan bayangkan kami pergi ke hutan yang jalurnya belum dibuka hanya untuk menuntaskan rasa penasaran saya itu, saya takkan seberani itu. Jadilah wilayah Kebun Raya Bogor menjadi pelampiasan kami. Kenapa? Karena letaknya bisa dijangkau dalam satu hari pulang pergi dan koleksi anggrek disana cukup lengkap.
Saya lupa hari apa saya kesana, yang jelas itu adalah saahsatu hari di bulan Ramadhan yang hujan seharian dan bukan pada saat weekend karena sewaktu kami tiba disana kami hanya disambut hujan dan beberapa wisatawan dan kebanyakan adalah bule yang sedang jogging. Sampai disana pun kami sudah lewat dari jam makan siang dan harus berkeliling  cukuuup jauh untuk menemukan rumah anggrek dari pintu masuk komplek Kebun Raya Bogor.


si kantong mana mau muncul di lingkungan sebersih ini ?:)



Tulisan Pindahan : Emon, sampai jua ke pantai


Ini cerita ketika  dua orang sahabat saya jauh-jauh datang dari kota (provinsi) sebelah. Pemenuhan janji ketika semasa SMA untuk kerap bisa mengunjungi saya di kota rantau ini, nyatanya baru terpenuhi saat kami sudah mau menginjak tahun kedua. Tak apa, saya tetap senang dikunjungi seorang kawan, terlebih seperti mereka.
Mereka sampai di Yogya diwaktu yang sangat tepat, saat panas-panasnya matahari sedang brlimpah, setelah waktu dzuhur kalau saya tidak salah ingat. Sesampainya di depan kost-kostan saya, mereka mengajak saya makan siang di salahsatu tempat makan ramen di dekat tugu (yang memberi tau tempat itu, justru ia yang jauh dari Yogya) dan saya hanya mengekor saja tentunya. Sampai disana, saya baru tau kalau (mungkin) itu tempat makan ramen yang cukup popular karena waktu kami kesana, tempat itu ramai penuh pengunjung baik di lantati satu atau di lantai dua nya yang seluruh ruangan berisi hal-hal khas Jepang.

Laporan Genetika

sumber
  
   Semester ini hampir saja usai, hanya menyisakan ujian akhir dan tugas-tugasnya yang tiba-tiba datang. Beberapa mata kuliah adalah mata kuliah prasayarat yang harus ditempuh berurutan dari semester sebelumnya jadi untuk menjalaninya saya tak begitu merasa kaget. Beberapa yang lain masih benar-benar baru untuk dipelajari, walaupun pernah saya dapatkan di masa SMP atau SMA. seperti kata orang, kuliah tentu saja beda.
   Salah satu yang berbeda adalah mata kuliah Genetika yang saya ambil semester ini. Jelas, bukan benar-benar baru. Bahkan untuk kebanyakan teman yang kemudian tak melanjutkan di bidang yang sama seperti saya. Apa yang dituntut mata kuliah ini? Jawaban saya adalah ketelitian memberi tanggapan. Mungkin masih banyak hal yang bisa ditangkap, tapi saya memilih jawaban itu untuk merangkum mata kuliah satu ini. Sounds like politic? Biar saja :D

Display Picture teman

   Saya menyimpan gambar ini dari salahsatu display picture di kontak list messenger yang saya gunakan. Entah siapa yang memulai melontarkan kalimat ini, tetapi saya setuju dengan pernyataannya dan sudi menjadi bagian dari 'kami'. Terhitung sejak dua tahun lalu saat salahsatu mimpi besar saya di acc Allah.
   Ini perantauan yang pertama bagi saya dan mungkin menjadi tahap awal dari rantauan saya berikutnya kelak, seperti beberapa teman seumuran saya yang sudah lebih dulu merasakan jauh dari rumah dimana keluarga yang terhubung darah berada. Ada beberapa yang merantau sejak SMA, bahkan SMP!

Sabtu, 30 Mei 2015

bayang


sengajakah kamu masuk dalam bayang?
dalam pandang
kamu menjadikanku pulang 
dengan senyum yang begitu lapang 
tanpa perlu aku menoleh untuk memastikan siapa yang datang
kusimpan ini meski hanya dalam kenang


Selasa, 12 Mei 2015

Trip to : Semarang Banyak Simpang




   Maaf sebelumnya, saya kembali harus menuliskan cerita jalan-jalan di blog ini kembali dan dalam waktu dekat blog yang isinya hanya cerita jalan-jalan akan saya tutup, ribet ternyata. Hehe. 
   Jalan-jalan kali ini kalau mau ditanya ide siapa, mungkin ide saya. Permintaan gila saya padahal teman-teman yang menemani tak sesantai atau fleksibel waktu saya. Tapi mereka bilang, ini justru menyenangkan. Semoga bukan hanya ucapan. 

   Saya memulai perjalanan ini berdua dengan salah seorang teman sekelas yang setelah dua tahun ini baru berjumpa lagi, padahal kami ada di kota yang sama. Tujuan kami bukan langsung menuju Semarang, melainkan Solo untuk menemui dua orang teman kami yang lain di kampusny karena masih harus terjebak praktikum di hari sabtu. Kami berdua berangkat sekitar jam setengah satu dan sampai di Solo jam SETENGAH EMPAT! Ini terjadi karena macet yang lumayan di daerah jalan Adi Sucipto atau biasa disebut Jl. Solo, tak jauh dari bandara dan ketidak bisaan saya membaca arah hee. Jadilah sampai di kota Solo kami malah berputar-putar. 
   Lepas solat ashar dan kemudian bertemu dua teman lain, kami disambut hujan. Lebat. Maka kami memutuskan menunggu maghrib tiba dan berharap hujan sedikit mereda. Alhamdulillah, ternyata benar harapan kami, meskipun di jalan beberapa kali kami masih harus berpapasan dengan hujan.
   Perjalanan Solo-Semarang kami tempuh sekitar 3 jam dengan kondisi jalanan yang licin dan lumayan sepi. Sedikit kendala juga memang di jalan, saat salahsatu motor yang saya dan teman saya naiki mengalami 'kedinginan' katanya *pelukmotor*. Jadilah harus mampir ke bengkel dan perjalanan diteruskan dalam kecepatan yang agak diturunkan. 
   Sampai di Semarang, kami menuju salahsatu indekost teman kami yang berkuliah di UNDIP. Ternyata sekitar jam 10, disana masih cukup ramai lho dibanding dengan beberapa tempat yang baru saja kami lalui, seperti Klaten, Boyolali dan lupa hehe. Tapi ternyata katanya, itu pengaruh malam minggu. 
   Setelahnya, kami pergi mencari makan di daerah semarang kota, atau biasa disebut Semarang bawah dengan perjalanan sekitar 20 menit sekaligus mengantar saya menuju indekost sahabat saya untuk numpang menginap. Di jalan, saya kegirangan sendiri karena pemandangan sisi yang ditawarkan persis seperti di bukit bintangnya Jogja atau punclutnya Bandung karena jejeran lampu-lampu yang ada di bawah terlihat cantik dari atas. 
   Sampai di daerah kota, saya langsung pusing. Jalanan terlihat semrawut, bukan karena tidak teratur tapi karena banyak sekali persimpangan dan ini yang menjadi ikon Kota Semarang, simpang. Simpang lima. Berani bertaruh, sekali saya ditinggal di depan persimpangan pasti saya tersesat tak tau arah jalan pulang. Di kawasan landmark Semarang ini, suasananya sekilas mirip dengan alun-alun kidul di Jogja karena berbentuk sebuah lapangan dengan banyak penyewaan sepeda atau becak warna-warni berhias lampu dan di seberangnya banyak penjual makanan yang kiosnya juga semarak lampu. 
   Keesokan harinya, kami berenam yang akan ikut jalan-jalan (dua personil tambahan dari Semarang) kesiangan. Mungkin karena terlalu lelah atau terlalu ngebo nya kami, saya dan sahabat saya yang bangun lebih dulu itupun pukul setengah delapan langsung berusaha mengontak mereka yang ada di kos teman laki-laki saya di semarang atas yang baru kemudian siap sekitar pukul 11. Akhirnya kami memilih untuk breaklunch terlebih dahulu disalahsatu rumah makan khas sambal.
Gereja Blenduk yang dibangun tahun 1753 dan masih digunakan
sampai sekarang oleh umat protestan
   Setelah itu, tujuan pertama kami atas petunjuk dari Robby -anak Semarang atas yang mau direpoti jadi tour guide- adalah kota lama Semarang. Daerah yang mungkin beda-beda tipis dengan Kota Tua di Jakarta. Bangunan-bangunan di sini cukup terawat dan bersih, tapi sayang beberapa tembok 'dihadiahi' aksi vandalisme yang samasekali tak mempercantiknya. Bedanya dengan kota tua yang berisi gedung-gedung pemerintahan peninggalan Belanda, disini beberapa bangunan adalah bekas (atau masih digunakan) milik ABRI atau TNI. Meskipun bangunan Belanda tetap ada, seperti Gereja Blenduk yang terkenal, berbentuk unik, dan masih dipakai oleh umat protestan di Semarang juga Kantor Pos terbesar di Semarang yang kelihatan baru selesai diperbaiki dengan warna cat orange yang cukup terang.
salahsatu bangunan di kota lama
   Di kawasan kota lama, kami mengunjungi Semarang art gallery dengan membayar tiket Rp 10.000 per-orang. Galeri dua lantai ini berisi bermacam hasil karya seni mulai dari lukisan, patung bahkan replika motor yang dipakai oleh simon celli yang dibuat dari kertas! Buat kalian yang mencari koleksi barang langka dan antik mulai dari perabotan rumah tangga, piringan hitam, mebel sampai uang lama bisa coba lihat ke arah barat galeri ini karena disana ada penjual barang-barang tersebut.
Semarang Contemporary Art Gallery
   Selesai kota lama, kami bergegas menuju ciri khas Semarang yang lain, lawang sewu. Disana kami ketambahan dua orang lagi, juga anak Bekasi yang kuliah di Semarang. Sayangnya, disini saya tak banyak bisa bercerita karena kurang bisa menikmati bangunan yang sepertinya baru selesai di cat ulang atau renovasi karena adanya pameran pariwisata atau semacamnya disana jadi suasana terlalu ramai dan banyak sampah, kamipun juga tak menyewa guide sebab harus keluar biaya lagi, maklum anak kost :p. Disini yang menarik buat saya selain arsitektur dan 'seribu pintunya' adalah museum kereta api yang memajang maket lintasan juga model kereta api edisi jaman baheula. Sayangnya (lagi) disana tidak disediakan tempat parkir yang memadai khususnya untuk kendaraan roda dua, yang harus parkir di pinggir sungai yang jalannya lumayan sempit.
Full team di salahsatu baian Lawang Sewu yang dijadikan
museum kereta api Indonesia

Salahsatu sudut syahdu di Lawang Sewu
   Keluar dari lawang sewu, kami sepakat mengunjungi klenteng Sam Poo Kong yang letaknya bersebelahan dengan Goa Kreyo, itu nggatau apa yang jelas kata teman saya banyak monyetnya. Dengan membayar biaya retribusi sebesar Rp 3.000/orang kami memasuki kawasan klenteng yang guedeeee dan terdiri dari tiga bangunan besar dan sebuah patung seorang laksamana dari Tiongkok yang berdiri gagah, di dekat gerbang besar yang tertutup. Lagi-lagi tak terlalu bisa mengeksplor bangunan ini karena hujan turun jadi kami berfoto saja di depan gerbang.

Last destination, seru!
    Jam sudah menunjukkan sekitar jam 4 sore ketika akhirnya kami memutuskan menyudahi jalan-jalan kami di Semarang dan mapir ke salah satu gerai fast food  sampai waktu menjelang Maghrib. Setelahnya kami bersiap pulang menuju kota kami masing-masing untuk melanjutkan kegiatan kami di esok hari. Tak ada yang biasa dari perjalanan ini, semuanya baru, menyenangkan dan layak disimpan. 
   Terimakasih Semarang, jaga hati yang saya tinggal di sana ya! 
  

Selamat yang Sedikit Terlambat

   Selamat ulangtahun untukmu, bu. Ucapan ini terlewat, tapi tidak dengan doa, kupastikan itu. Maaf aku yang terlalu sibuk berkeluh tentang setitik luka sehingga tak tepat waktu menuliskan ini, tak apa ya bu?
   Tahun ini adalah tahun keduaku tak berada tepat di sisimu untuk mengamini setiap senyum yang kau lambangkan syukur karena purna tugas di tahun yang lalu dan siap menjalani tahunmu yang baru. Pun tahun ini, justru aku yang kau hadiahkan dengan penawar terbaik sehingga aku tak rebah, ketika akhirnya hati ini benar-benar patah.

Senin, 06 April 2015

Aku harus berhenti

Kita sudah lama berjalan menjajar bersama, tapi rupanya kita menjadi kerap lupa untuk bercengkrama. Aku tak selalu tau ke arah mana matamu menuju, yang jelas saat aku tak sedang menatap depan ambisiku atau menunduk membisiki diri untuk tak pernah jauh dari tanah aku hanya bisa bertemu telingamu. Telinga yang sudah lama bising oleh pekak senjata dan bukan tawaku.

Jumat, 03 April 2015

Terbiasa Berbeda

Kamu. Aku. Kita yang berbeda
Sekali ini aku tak ingin menyangkalnya
Kamu lahir tujuh bulan lebih dulu di musim terik dan kususul saat hujan sedang ramai-ramainya
Disitu kita sudah berbeda
Nyatanya kita tetap menganggapnya sama sejak dulu, perkenalan pertama.
Lewat seorang tokoh lain yang membuat kita meriah
Tak banyak masa kecil mu yang aku tau selain temanmu juga sama denganku dan dua saudaramu yang tak pernah bermain jauh dari kita. Kalian bertiga begitu mirip.
Setelahnya, kita seperti menggenapi takdir rotasi yang Tuhan genapkan pada masing-masing harap
Tetap ada tapi tak bertatap
Jika aku bumi, mungkin saat itu kamu jadi venusnya. Kamu beredar dekat tapi hanya pada beberapa fajar aku mampu melihat
Jika benar, bumi dan venus itu jauh kan? Berbeda pula
Lucunya kita justru memulai perkenalan kedua

Senin, 30 Maret 2015

Bentuk Hati

Siapa pernah masuk dalam hatiku?
Kisahkan apa yang ada
Aku ingin melihat melalui mata juga kata
Bagaimana bisa memasukanmu yang besar dalam salahsatu ruang
Iya aku memang mendamba hatiku lapang
Tapi tetap saja seperti kamu, yang lain juga tak selalu ingin ada pada pijak yang sama

Sampai sini, aku hanya bisa merasa
Bagaimana sebuah ruang mengantar banyak rasa
Kamu kah itu? Berapa yang kamu sumbangkan? Satu atau sejuta?

Hati yang ini kadang ingin banyak bicara
Tapi tidak saat rongga terbuka, semuanya kelu
Sesekali waktu akhirnya menimbulkan suara
Lebih sering sumbang
Karena teriak terdengar cicit
Atau suka justru melontarkan duka

Keberadaan satu ruang baru sering menyulitkanmu bukan?
Hati suka berlebihan
Merelakan banyak ruang terkudeta
Menyesakkan himpit yang sudah menjepit
Baik, atas nama hati semoga maaf menjadi milikku

Tapi tak ada yang pernah benar benar pergi
Karena tak pernah ada yang mau menempati ruang berjejak
Beberapa yang tak terkunjungi memilih menepi
Kemudian kembali

Senin, 23 Maret 2015

Perkenalan dengan Senja


Hai senja,
Selamat datang (kembali) dalam barisan kata yang ku cipta. Memang bukan dalam satu bait aku pernah memprosakanmu tapi kini ada satu tempat khusus untuk menempatkanmu, selain di hati ini tentunya. Semoga kamu berkanan terus kubicarakan dalam nada kekaguman dan mungkin sesekali kekesalan, kesedihan, atau kebingungan sekalipun, maaf tapi itu yang namanya hidup.
Hari ini, salam perkenalanku tak kuutarakan tepat saat kita bertemu seperti yang selazimnya dilakukan pada kebanyakan, tak apa ya? Aku sudah begitu bersemangat menyapamu saat langit tak mengijinkan bumi memiliki bayangan, meski aku tau ini masih waktu tidurmu.

Saya hanya ingin menyalahkanmu

image by google

“Hari ini, saya janji sama kamu.
  Melindungi kamu.
 Sekarang dan nanti
 Saat hidup dan mati.”

1000 kata untuk kita


Hal baik yang bisa kita beri tak harus ditunjukkan katanya. Biar saja terlihat seperti rupanya, tak perlu dijelaskan dengan kata-kata. Jelas, aku tak begitu menyetujuinya. Karena hidup ini tentang sedikit memberi dan begitu banyak menerima, setidaknya kenyataan itu memberi paham setiap pemberian kita adalah ungkapan dari sekian banyak yang kita terima. Tak semua memang harus dibeberkan, cukup hati yang mengiyakan atau sebuah mata yang sedikit tertarik ke atas karena senyuman. Satu pemberian juga dari apa yang aku terima secara cuma-cuma dan tulus adanya adalah cinta majemuk yang tak pernah seragam.
Beberapa kata telah meluncur mengungkapkan perkenalan pada sebagian kecil duniaku yang mempertahankan orang-orang tangguh yang banyak memberiku arti dan tak berhenti sampai batas waktu yang pernah aku perkirakan. Aku menerima mereka dan berharap bisa memberi sebanyaknya yang aku bisa. Kenyataannya selalu saja rasanya tidak. Paling tidak, aku telah menunjukannya bahwa aku memberi apa yang menjadi milik mereka dengan simpanan kata-kata dari apa yang kubaca saat mereka ada atau pun tidak, karena berbicara di depan mata sama saja menguraikan semuanya hanya dengan airmata.

Senin, 16 Maret 2015

Da aku mah apa atuh cuma anak Bekasi


Da aku mah apa gitu cuma anak Bekasi
yang adanya di ujung provinsi.
Tinggal di kota berumur lebih muda dari umur sendiri yang pembangunannya makin punya ciri.

Sentra niaga penyangga ibukota negeri

Delapan belas tahun ini, setelah sekian kali di bully baru sadar kalo kekayaan tak habis adalah milik semua penghuni

Mau tanya soal materi? Toleh saja kepala menghadap mall dan perumahan di tanah moyang yg tak terkenali, cari bagian yang tak berpenghuni meski cuma sesenti. Setiap pundi kami dikeruk oleh peminta-minta berdasi, tak pernah absen kami memberi. Bukankah kami begitu murah hati?

Kalau bicara budaya, tanyakan pada kami
Satu tak cukup membuat kami berdiri
Tubuh kami serupa perca warna-warni
Terjahit rapat melintang melalui banyak sisi
Tak ada yang menghakimi kepemilikan hakiki
Karena bertenggang lebih baik dari mencibir saudara sendiri

Da kalo di Bekasi mah, jauh, macet dan kotor katanya
Padahal kami cuma berusaha baik hati
Perintah Tuhan, maksudnya
Kasih jalan orang ibukota juga desa supaya tak melulu berada dalam tempurungnya, kalau begitu hitung saja berapa banyak jumlah kaki berodanya
Sedangkan tempat kami terhimpit, sempit
Toh setidaknya kami berusaha tak jadi tuan rumah yang pelit
Buktinya, tak cuma melintas. Kami berlapang sediakan lumbung
Bukan padi seperti Karawang, lebih seperti timbunan uang juga ampasnya
Pemiliknya seringkali bukan kami,
Tak jadi soal, selama kami masih bisa memberi
Memahami kepatriotan kami yang tak meminta ditulisi

Selamat ulangtahun Bekasi, terus ajarkan aku memberi tanpa mengharap. Setidaknya, dimana orang baik berkumpul tanganNya akan selalu siap melindungi.

Senin, 23 Februari 2015

Seorang teman

Dari berjuta ingin dan rasa butuh sebagai manusia, teman mungkin masuk dalam daftar yang dimiliki penghuni bumin. Lalu apa yang kamu harapkan pada seorang teman? Mungkinkah orang-orang yang banyak memiliki kesamaan denganmu? Atau mereka yang bisa mengajakmu berdebat setiap waktu. Baik, pikirkan.

Kamis, 19 Februari 2015

Perjalanan Terhebat

   Saya menuliskan ini karena rindu, meski jejak baru saja berlalu. Sengaja bukan pada lembar lain cerita ini digulirkan. Karena bukan berkunjung apalagi liburan yang kami lakukan.
   Perjalanan ini singkat saja menurut jarak, hanya Bekasi-Jatinegara. Itupun hanya sampai pada  stasiun kereta. Seberapa sih lamanya? Lama, empat jam tiga puluh menit. Karena kondisi ibukota saat itu hujan dan kemudian banjir, belum ditambah banyak kereta yang sulit melintas. Tapi demi putri sulung dan kakak satu-satunya, tidak ada kata tidak untuk mengantar sekaligus menemani hingga pasti saya aman di perjalanan menuju Jogja.

Kamis, 05 Februari 2015

One day

   Lagi nonton tv, kemudian liat salah seorang personel band jazz favorit saya punya kafe untuk supaya temen-temennya bisa punya tempat ngumpul yang asik, Angga Maliq n D'esential forgive me because i cheated your idea. Terlepas dari apa yang sedang terjadi, i'll support u as Maliq fans. *ketjup*
   One day, satu list baru yang memperpanjang daftar mimpi ini harus terwujud! I dream about cozy place with tasteful and memorable beverages for all lovely family and friends. 
   Untuk 6, tempat itu harus punya tempat ngobrol dengan segala posisi dan main uno yang asik, makanan ringan dan es yang selalu mereka kangenin rasanya, mungkin juga  punya ruang belakang yang bisa dijadiin kamar dadakan supaya mereka bisa nginep aja kalo udh kemaleman. 
   Buat singit, mungkin tempat itu kudu ada peredam suaranya ya, karena isinya 11 orang perempuan di satu ruangan, gils! Banyak kotak tisu dan makanan yang ngehits abis dan orang yang siap buat dimintain tolong buat fotoin kita-kita. 
   Untuk CGT, panitia sembilan tambahan yang harus ada sih kayaknya layar proyektor segede alihum gambreng buat nonton bareng dan koneksi wifi yang murah meriah tapi ngebuuutt. Makanan juga yang khas rumahan banget juga, secara dua kumpulan anak-anak itu kebanyakan anak rantau yang gampang homesick :D.
   Itu baru buat empat kumpulan keroyokan yang kalo ngumpul butuh kursi banyak atau karpet yang lebar, teman yang di luar itu juga pengen ngerasa nyaman di tempat itu.
   Yang pasti tempat itu harus punya perpustakaan mini yang keren, toilet yang bersih, kebun kecil juga mungkin yang bakal produksi bunga, sayur dan buah untuk tempat itu, dan ada aquariumnya! 
   Baru diancang-ancang aja rasanya udah bikin semangat, semoga Allah kasih jalan buat kesana dan ga cuma orang-orang ownernya aja yang bisa nyaman disana. Komunitas atau gerombolan lain bisa betah disana supaya bisa jadi tempat yang berkah penyambung silaturahim dan banyak hal hebat dari sana. Yes, one day bismillah..

Minggu, 25 Januari 2015

For the distances

Dear jarak,
Aku kerap lupa bahwa kamu juga ingin dicintai. Maaf aku sering merutuk karena hadirmu yang kadang tak masuk dalam daftar pinta.
Sekarang biarkan aku berterimakasih karena kau ada, karena bersamamu Tuhan titipkan sisi romantis dalam semesta untuk membuatku menjadi hambanNya yang beruntung.
Karena kamu ada, luka yang pernah ada terpelihara baik hingga mendekati sembuh
Karena kamu ada, ada rasa yang cukup dengan hati saja aku bercerita
                                            Big fan of u,
                                                     Riz

Selasa, 13 Januari 2015

Bertanya

Perjalanan sejauh ini adalah impian, juga kesempatan, dan beberapa pertanyaan.  Pertanyaaan bersuara adalah milik mereka, semoga beberapa kata bisa membuatnya mengerti.
Bertanyalah mereka sambil sedikit pongah, benarkah aku ada karena kini kamu dikatakan berbeda? Akan kujawab iya, karena ada disamping mu adalah impian masa kecil yang diwujudkanNya melalui proses panjang, bahkan ditambahkan olehNya kesanggupanku berproses bersamamu sebelum dan sampai kelak masing-masing kita terlengkapi nyata. 
Kata mereka, banggakah aku atas kesanggupanmu memilih semuanya? Tentu saja, membanggakan seseorang yang berjuang menempati mimpinya di satu titik jauh seperti bintang dan tak pernah alpa membawaku serta apa perlu kembali dipertanyakan?
Lalu benarkah aku sanggup bertahan dan takkan pernah mampu tersingkirkan?
Aku akan memberikan kehormatan ini padamu untuk menjawab yang kusertakan kehendakNya.