Minggu, 28 Februari 2016

Hei, Kakak Singa

Hei kak, terimakasih mau dengan sabar mengirimkan belasan surat musim pertama bagiku ini. Tentang tenggat yang hampir lewat atau kiriman mendesak pagi buta tolong dimaafkan. Aku tak selalu bisa punya jam yang sama untuk mengirimkan tanda cinta bagi para penerima. Senang rasanya dikenalkan bosse kepada kamu, bertambah satu lagi peredam sekaligus perpanjangan pikiranku di dunia maya yang ku bawa dalam nyata.

Meski sepertinya kamu sibuk sekali ya, kak. Sebulan pertama perkenalan denganmu, isi twittermu penuh dengan surat-surat yang harus lekas sampai. Hanya satu dua kali menjumpai percakapan atau kata-katamu sendiri yang tumpah disana. Apapun yang kamu kerjakan, semoga selalu membawamu pada bahagia. Seperti orang-orang yang lega suratnya sampai dengan jasa baikmu.

Satu yang langsung membuatku tertarik saat bosse menunjuk kamu sebagai kangposlingku, namamu. Liony ya kak? Lio. Singa. Apa rasanya menjadi seorang 'singa'  kak? Dan seperti apa singa hidup dalam dirimu? Hee. Maaf jika sebagai orang baru aku terlalu ingin tau. Tapi kata singa dalam namamu terdengar kuat dan menyenangkan. Semoga di kali lain, kita bisa berjumpa seutuhnya raga ya kak. Sepertinya kita sekota :)

Pangapurane yo kak, jika suratku tak utuh 30 seperti orang-orang lain yang begitu rajin. Untuk menuliskan yang sudah ada saja, beberapa diantaranya perlu kurangkai-hapus berkali-kali. Mungkin aku akan menjadi coretan merah dalam rapormu pada bosse, sampaikan salam dan maafku juga untuknya ya. Bagaimanapun kalian menjadikanku mau berusaha, semoga pahala balasannya.
Salam sayang dari jogja yang hujan.

Terimakasih, pak



Untuk sosok sederhana yang seringkali membuatku gemas karena diamnya, terimakasih untuk cinta luasmu. Aku pernah marah padamu ya, beberapa kali bahkan. Apakah kau juga begitu? Maaf untuk kelakuanku yang tak sabaran dan belum paham bahasa diammu. Bagaimana jika nanti aku pulang, kita menghabiskan waktu berdua lebih banyak?

Jumat, 26 Februari 2016

Jika Rindu

Kemana seharusnya anakan sungai yang meluap ini beralamat?
Tak pernah ada cukup waktu untuk bersabar menemukan lautan kering menyisakan garam
Segala kenang tumpah ruah membanjiri jalan yang ditempeli tawa kita di hari kemarin
Tak ada sesal bila itu membawa aroma tubuhmu yang tak pernah berganti dalam ingatanku

Sulit untuk meminta rindu agar berhenti mengetuk-ngetuk
Maka ku bukakan pintu yang membawa dingin pada telapak kaki
Membiarkan ingatan tentang percakapan yang tak selesai diantara kita menyelesaikan kalimatnya sendiri
Aku menonton dengan kelu
Disini masa dorman bagi cerita bersamamu tak lagi berlagu
Akan menjadi panjang dan tak menemukan tetas benih seperti dalam cita-cita

Tak ada yang bisa berhitung berapa kali aku akan kembali dikunjungi
Aku sudah bersiap menampung semuanya sendiri
Bukan berlagak kuat menangkup bah
Aku hanya tak bisa lagi berjalan menujumu untuk pulang
Dan sebuah andai tak lagi mampu menjadi bintang terang

Minggu, 21 Februari 2016

Kerap Kali Takut



Tuhan, hari surat ini beralamatkan padaMu. Mungkin sebelum aku sampai pada titik penutup, segalanya telah terbaca dengan jelas. Karena seluruh pikir juga hati titipan dariMu ini selalu menunggu Kau berkenan untuk sekedar mampir. Nyatanya, aku masih terlalu meremehkan ya? Mampir adalah perkara tak sengaja kemudian lekas pergi lagi, tapi kedatanganMu tak pernah seperti itu. Selalu datang dan tak pernah pergi, aku saja yang kadang kala lupa mencari di ruang mana Kau sedang serius memperbaiki satu-satu kerusakan yang ku buat sendiri.

Sabtu, 20 Februari 2016

Catatan Indera

Banyak manusia dibekali dua telinga untuk membaca berbagai jenis suara

Punya dua mata yang mungkin tak selalu sempurna tapi bisa digunakan untuk mendengar berbagai mimik dan gerak yang berebut menyita perhatian

Tapi saat mulut dan pesan kerap kali gemar menjatuhkan cibir dan anggapan, kecacatan seperti apa yang memutuskan penghubung antara segala indera dengan pikir dan hati sebelum sampai pada kata?

Tuhan, kami perlu meminta seperti apa agar simpanan kepekaan dan peduli yang luas tak begitu saja usang membusuk dalam dada?

Balasan

Terimakasih untuk selalu ingat aku, bahkan menulisi namaku pada deskripsi untuk dirimu sendiri. Aku baru tau, sebegini besar ya ternyata arti ku di sederet nama temanmu yang bahkan banyak tak ku kenal.
Adalah aku yang bahkan jarang sekali membuka percakapan dalam pesan-pesan jarak jauh kita,

Kamis, 18 Februari 2016

Cermin yang Berbicara



Sejujurnya saya akan membuka surat ini dengan penyesalan, karena keberadaannya adalah buah dari permintaan yang tak bisa saya tolak. Kesalahan saya juga sih, menawarkan semena-mena seakan saya tau harus menulis apa tentang kamu. Sekarang saya kena bala, apa yang saya pikirkan untuk menjadi surat ini adalah siapa saya sebenarnya di hadapan banyak mata yang kelak akan membaca.

Rabu, 10 Februari 2016

Kepada Aku


http://photobotic.blogspot.co.id/2009/08/wet-window.html

Sore ini terbuat dari hujan yang sama sekali tak mau mengalah, tapi bisakah kemudian senyum merekah? Bukan untuk berpura-pura pada harimu yang patah agar terlihat baik-baik saja, lengkung itu menandakan kamu masih hidup dalam kesyukuran, ingat?

Senin, 08 Februari 2016

Menyurati Senja

#30HariMenulisSuratCinta
Dengan apa ku ketuk agar kamu datang?
Aku disini hampir lelah dengan hari yang hujan
Bukan tak mencintai, kamu selalu tau mereka datang berbarengan menutup banyak terang
Seperti milikmu yang aku rindu
Mencintai gelap tak sepenuhnya harus bersama kan?

Banyak yang mungkin mengabaikan kamu
Tapi aku berusaha tak sekalipun melakukannya
Sejak pertama kali kamu mengajakku berkenalan
Dengan merah, jingga juga keuunguan menghadap barat
Setelahnya, aku tau banyak hari yang harus ku tebus
Untuk hari-hari lengkap bersamamu yang urung kusadari

Sini senja,
Seperti biasa, ada luka-luka yang harus digelapkan lebih awal
Juga erang yang akan samar oleh semburatmu
Disurukkan padamu sebelum malam tau
Biar lelah sisanya kemudian diurus malam
Aku merindumu

Minggu, 07 Februari 2016

Katamu, Bermimpi itu Perlu



 #30HariMenulisSuratCinta
Halo, aku bingung bagaimana harus menyapa laki-laki yang jauh lebih cerdas juga punya wibawa. Rasanya, harus pula dalam diri ini menyiratkan hal sepadan, tapi jika tak terlihat jadikan sekali ini adalah pemakluman. Lain kali aku akan belajar. Menulis untukmu adalah percobaan yang tak beranjak dari menemukan masalah, langkah satu dari lima dalam penelitian tuntas. Tak pernah selesai apalagi terbaca kamu. Kamu, laki-laki yang sampai hari ini masih bertanda lajang. Tapi hidupmu tak berhenti berkawinan dengan banyak hal baik.

Jumat, 05 Februari 2016

Titip Cium Buat Kamu



Dihadapanmu aku diam. Diam sampai kamu berlalu dengan pesonamu yang rupawan yang bisa berwujud apapun di dunia. Tapi kamu saat memanas adalah dambaanku, terutama pada malam-malam yang gigil menceritakan rindu. Aku tak tau sejak kapan ini bermula, yang ku semogakan adalah tak pernah ada akhirnya meski aku belum mampu menikmati tubuhmu sepenuhnya seperti mereka yang telah menghamba. Mencecap surga di dunia, katanya. Ah benarkah?

Selasa, 02 Februari 2016

Dua Laki-laki di Tahun ke Empat

#30HariMenulisSuratCinta
Perkenalan kita tak pernah langsung memang, tapi kalian datang dan saya begitu saja senang. Rasa percaya begitu saja cepat menjalari saya meski berkali-kali setelah kita saling mengenal kerap kali ada paksaan yang harus dituruti. Sesekali tangan juga pipi ini adalah sasaran yang tak bisa dihindari.
Anehnya sampai hari ini saya tetap nyaman, berada diantara kalian. Disayangi dengan cara yang tak sama dan ini tahun keempat kita bersama.
Akang, begitu saya memanggil sebelum nama kalian. Tak ada laki-laki lain yang berjuluk seperti iti di hidup saya setidaknya jika kemudian ada hanya kalian yang menjadi dua di dunia, lainnya cuma lewat.
Tau apa yang paling berharga dari kalian bagi saya? Senyum.

Tak Ada yang Perlu Cemburu

   Apa sebenarnya dicemburui orang-orang tentang kita yang berulangkali tertawa di tempat berbeda? Padahal kita sering kali menertawai kebodohan yang terulang sebagai manusia, biarpun lebih banyak kebodohanku sih. Mereka cuma melihat tawa memang sepertinya, karena hanya itu yang bisa terbaca saat tak sengaja memergoki tiap-tiap pertemuan kita yang singkat di sudut gedung kuliah atau wajah ngantuk setelah seharian di jalanan Jogja. Ah, tak tau kah bersamamu memang menyenangkan bagiku? Walau tak jarang aku akan berpura-pura marah bila candamu mengarah menyebalkan.
Sekali lagi, aku masih mendengar banyak yang cemburu melihat kita. Bahkan gadis yang hapal mati seluruh cerita tentang hari-harimu termasuk luka yang tak pernah kamu tampakkan di depanku. Apa dia ributkan? Perihal aku yang merindui temu denganmu untuk sekedar memuntahkan isi kepala yang tak bisa dikeuarkan sembarang. Tak tau kah ia, bahwa kerap kali aku terang-terangan melontarkan nada iri sekaligus kagum terhadap kamu yag berjuang bersamanya agar tetap waras menjaga apa yang kalian punya pada jarak dan rutinitas yang ritmenya seringkali tak sama. Sampaikan padanya, cemburunya hanya membuang-buang fokus yang kalian punya untuk hari yang masih panjang. Sampai hari ini, tak sekalipun aku berpikir mencemburui balik yang juga menurutku berharga.

Senin, 01 Februari 2016

Untuk yang menjadikanku dewasa


   Untuk seseorag yang  dekat, sangat dekat. Banyak hal yang kita bagi berdua dengan atau tanpa kompromi. Bahkan kurasa nyaris semua yang bisa maupun tidak untuk diminta telah berbagi. Wajah yang nyaris setiap orang bilang sama meski alis, tulang pipi, hidung  dan rambutmu adalah ayah dan milikku serupa ibu. Lalu mata dan bibir adalah sebaliknya. Belum lagi bagian tubuh dan pola-pola yang terlihat sama meski kita tetap berbeda lainnya. Hei, kini pun tinggi badan kita sama, sejajar. Terbagi sama rata.
Beberapa tahun belakangan adalah tahun-taun tersibuk bagi kita. Apalagi dengan aku yang sudah sangat jarang mendengarmu bercerita lucu menjelang tidur seperti dulu. Terimakasih sudah menjadikan masa kanakku menyenangkan dengan imajimu dalam dongeng yang tak pernah dibacakan ibu. Masih ingat?
Sejak dulu, kamu adalah anak manis yang ikut saja apa keinginanku tentang jenis permainan yang harus kita mainkan untuk kemudian kita ributkan sehingga ibu marah. Kamu selalu menjadi kawan main yang asyik sepanjang sejarah. Meski kini, ajakanku lebih banyak kamu tanggapi dengan kata terserah. Apa kamu sudah jengah?
Aku tau kamu malas membaca setelah dua paragraf apa-banget di atas. Tapi tolong, sekali saja habiskan seluruh tulisan ini masuk dalam matamu yang memang tak terlatih mencerna banyak baris kata tanpa angka, gambar dan warna. Biar kepalamu mengenal, seperti inilah caraku mencinta apa yang kupunya. Ini perbedaan kita yang tak bisa terelakkan, aku akan berhenti memaksamu untuk lebih rajin membaca seperti saat kamu di sekolah dasar dulu. Sebagai gantinya, ku pastikan selalu ada buku baru dalam lemariku yang tak pernah ku kunci atau di bawah meja belajarku. Bacalah jika senggang atau tugas dan kegiatan tak sedang mendesakmu. Agar kamu tau ada yang lebih mengasyikkan dibanding menonton televisi berisi banyak iklan untuk kamu rengekkan produknya ada di tanganmu.
Ah, tau apa pula aku yang kerap menyibukkan diri sejak bertahun-tahun lalu. Telingakukah yang nyaris tuli tentang cerita-cerita remajamu yang seru? Atau memang seperti ini kah karma untukku yang menyembunyikan diri sendiri dan membiarkanmu melalui banyak hal tak mengenakkan mampir dalam masa kembangmu? Kamu yamg menutup mulut dan kerap cepat bermuka masam setiap waktu memperbolehkan kita berdua dari rutinitas yang terpisah. Ceritalah, aku ingin mengenali lukamu juga apa yang membuatmu tertawa dengan mata berbinar terang.
Untukmu yang ada pada masa-masa laluku, menjadi saksi beriringan di masa sekarangku dan kemudian yang akan melihat masa depanku. Jauh memang sempurna yang kupunya sebagai orang yang seharusnya menjadi contoh baik dalam hidupmu kemudian. Tapi banyak hal baik yang telah kamu sakiskan adalah bagian dari usah yang mampu aku laksanakan, masih terlalu sedikit dan kecil ya? Iya, memang justru kamu yang kerap kali ibu jadikan contoh untuk hidup lebih benar dan aku mengakuinya. Terimakasih ya.
Untuk itu, kamu tak perlu iri bahkan takut tak mampu sepertiku nanti. Tak usah lah lebih tepatnya. Jadilah kamu yang mampu membahagiakan dirimu sendiri dan tak lelah berbuat baik saja. Aku, ayah dan juga ibu akan bahagia dengan sendirinya. Kamu ingat? Seperti saat kamu baru berusia tiga dan kukuh mengatakan angka kesukaanmu adalah tiga dan oranye adalah warna terbaik di dunia. Ceritamu lantang dengan tawa meski sampai kini aku tak pernah tau alasannya tapi melihatmu bertahan dengan pilihan yang kamu senangi di usia belia membuatku juga bahagia. Untuk saat ini ku tafsirkan sendiri, tiga adalah perwujudan cinta juga doa yang tak pernah putus dari ibu, aku dan juga ayah. Lalu oranye? Bolehkan ku artikan sebagai warna senja? Menambah daftar panjang kesamaan kita. Kalau tak suka, silakan kemukakakan langsung alsannya dan kita akan berdebat panjang dengan eskrim besar di masing-masing tangan.
Kakak yang banyak menuntut
P
#30harimenulissuratcinta