image by google |
“Hari
ini, saya janji sama kamu.
Melindungi kamu.
Sekarang dan nanti
Saat hidup dan mati.”
Tengah malam dan sebuah buku
biru yang sudah lama saya incar adalah perpaduan pas untuk begadang. Meskipun beberapa
jam lagi adalah pagi, toh saya
memilih tak peduli. Rasa penasaran saya tak begitu menagih di awal cerita,
sampai sempat meletakkan buku untuk memilih terbang ke alam mimpi tapi ternyata
membaca runut hingga tuntas membuat saya tidak menyesal agak kesiangan esok harinya.
Buku ini bukan buku pertama yang
mengurai airmata saya. Lagian apa yang bisa dilakukan kata-kata sederhana yang
dibumbui banyak jenaka untuk memaksa bulir airmata hinggap di tengah malam?
Jawabannya tak ada. Sampai kemudian saya menutup sampul paling belakang dan
berbalik untuk tidur. Buku ini diwarisi banyak cinta bapak, seperti
penulisnya.
Kata-kata cintanya tak tertulis
menggebu, semuanya akrab dalam telinga meski beberapa terdengar naïf atau
sedikit klise. Tetap saja hati mengaminkan dan jutaan neuron otak tersentak. Tak
ada kesedihan berlebihan yang dikisahkan di dalamnya, semuanya nyaris tentang
cinta. Berbagai bentuk cinta dalam banyak nuansa yang biasanya diceritakan
terpisah dalam berbagai kisah. Tapi bapak tau, cinta itu bertaut namun bukan
membiarkan kuat menjadi lemah atau membiarkan banyak menjadi habis begitu saja.
Cinta tak sesia-sia itu.
“Kata Bapak saya… dan dia
dapat ini dari orang lain. Membangun sebuah hubungan itu butuh orang yang
solid. Yang sama-sama kuat. Bukan yang saling mengisi kelemahan, Yu.”
Buku ini telah mengajarkan atau
lebih tepatnya memerintah saya mengakui cinta yang selama ini kerap saya tagih
meski sudah saya dapatkan berlebih, kurang ajar benar! Seperti sosok bapak
dalam buku ini, saya menyusun memori tentang cinta bapak saya sendiri yang
berebut masuk dalam ingatan. Lalu membuat saya percaya cinta bapak tak
terkatakan tapi pada waktu yang tepat selalu akan menyadarkan, tak pernah
terlambat.
Terimakasih, bapak matahari
(ngomong–ngomong nama kita nyaris sama) telah menjelmakan buku praktikum
menjadi kisah haru seru yang mungkin tak akan pernah tamat karena aku baru
menangisinya di akhir kalimat. Esok hari, tolong benahi beberapa catatan kaki
yang kau usahakan mengundang tawa yang membuatku justru mengeryitkan dahi.
Beberapa keterangan tambahan untuk menambahkan ilmu eksakta yang tak dipelajari
bangku sekolah, bisalah kemudian hari menjadi peubahnya. Salam untuk dua A
jagoanmu dan Cakra versi lebih agak rupawan dan tak sayang Ayu tapi sayang
saya, ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar