Sabtu, 30 Mei 2015

bayang


sengajakah kamu masuk dalam bayang?
dalam pandang
kamu menjadikanku pulang 
dengan senyum yang begitu lapang 
tanpa perlu aku menoleh untuk memastikan siapa yang datang
kusimpan ini meski hanya dalam kenang


Selasa, 12 Mei 2015

Trip to : Semarang Banyak Simpang




   Maaf sebelumnya, saya kembali harus menuliskan cerita jalan-jalan di blog ini kembali dan dalam waktu dekat blog yang isinya hanya cerita jalan-jalan akan saya tutup, ribet ternyata. Hehe. 
   Jalan-jalan kali ini kalau mau ditanya ide siapa, mungkin ide saya. Permintaan gila saya padahal teman-teman yang menemani tak sesantai atau fleksibel waktu saya. Tapi mereka bilang, ini justru menyenangkan. Semoga bukan hanya ucapan. 

   Saya memulai perjalanan ini berdua dengan salah seorang teman sekelas yang setelah dua tahun ini baru berjumpa lagi, padahal kami ada di kota yang sama. Tujuan kami bukan langsung menuju Semarang, melainkan Solo untuk menemui dua orang teman kami yang lain di kampusny karena masih harus terjebak praktikum di hari sabtu. Kami berdua berangkat sekitar jam setengah satu dan sampai di Solo jam SETENGAH EMPAT! Ini terjadi karena macet yang lumayan di daerah jalan Adi Sucipto atau biasa disebut Jl. Solo, tak jauh dari bandara dan ketidak bisaan saya membaca arah hee. Jadilah sampai di kota Solo kami malah berputar-putar. 
   Lepas solat ashar dan kemudian bertemu dua teman lain, kami disambut hujan. Lebat. Maka kami memutuskan menunggu maghrib tiba dan berharap hujan sedikit mereda. Alhamdulillah, ternyata benar harapan kami, meskipun di jalan beberapa kali kami masih harus berpapasan dengan hujan.
   Perjalanan Solo-Semarang kami tempuh sekitar 3 jam dengan kondisi jalanan yang licin dan lumayan sepi. Sedikit kendala juga memang di jalan, saat salahsatu motor yang saya dan teman saya naiki mengalami 'kedinginan' katanya *pelukmotor*. Jadilah harus mampir ke bengkel dan perjalanan diteruskan dalam kecepatan yang agak diturunkan. 
   Sampai di Semarang, kami menuju salahsatu indekost teman kami yang berkuliah di UNDIP. Ternyata sekitar jam 10, disana masih cukup ramai lho dibanding dengan beberapa tempat yang baru saja kami lalui, seperti Klaten, Boyolali dan lupa hehe. Tapi ternyata katanya, itu pengaruh malam minggu. 
   Setelahnya, kami pergi mencari makan di daerah semarang kota, atau biasa disebut Semarang bawah dengan perjalanan sekitar 20 menit sekaligus mengantar saya menuju indekost sahabat saya untuk numpang menginap. Di jalan, saya kegirangan sendiri karena pemandangan sisi yang ditawarkan persis seperti di bukit bintangnya Jogja atau punclutnya Bandung karena jejeran lampu-lampu yang ada di bawah terlihat cantik dari atas. 
   Sampai di daerah kota, saya langsung pusing. Jalanan terlihat semrawut, bukan karena tidak teratur tapi karena banyak sekali persimpangan dan ini yang menjadi ikon Kota Semarang, simpang. Simpang lima. Berani bertaruh, sekali saya ditinggal di depan persimpangan pasti saya tersesat tak tau arah jalan pulang. Di kawasan landmark Semarang ini, suasananya sekilas mirip dengan alun-alun kidul di Jogja karena berbentuk sebuah lapangan dengan banyak penyewaan sepeda atau becak warna-warni berhias lampu dan di seberangnya banyak penjual makanan yang kiosnya juga semarak lampu. 
   Keesokan harinya, kami berenam yang akan ikut jalan-jalan (dua personil tambahan dari Semarang) kesiangan. Mungkin karena terlalu lelah atau terlalu ngebo nya kami, saya dan sahabat saya yang bangun lebih dulu itupun pukul setengah delapan langsung berusaha mengontak mereka yang ada di kos teman laki-laki saya di semarang atas yang baru kemudian siap sekitar pukul 11. Akhirnya kami memilih untuk breaklunch terlebih dahulu disalahsatu rumah makan khas sambal.
Gereja Blenduk yang dibangun tahun 1753 dan masih digunakan
sampai sekarang oleh umat protestan
   Setelah itu, tujuan pertama kami atas petunjuk dari Robby -anak Semarang atas yang mau direpoti jadi tour guide- adalah kota lama Semarang. Daerah yang mungkin beda-beda tipis dengan Kota Tua di Jakarta. Bangunan-bangunan di sini cukup terawat dan bersih, tapi sayang beberapa tembok 'dihadiahi' aksi vandalisme yang samasekali tak mempercantiknya. Bedanya dengan kota tua yang berisi gedung-gedung pemerintahan peninggalan Belanda, disini beberapa bangunan adalah bekas (atau masih digunakan) milik ABRI atau TNI. Meskipun bangunan Belanda tetap ada, seperti Gereja Blenduk yang terkenal, berbentuk unik, dan masih dipakai oleh umat protestan di Semarang juga Kantor Pos terbesar di Semarang yang kelihatan baru selesai diperbaiki dengan warna cat orange yang cukup terang.
salahsatu bangunan di kota lama
   Di kawasan kota lama, kami mengunjungi Semarang art gallery dengan membayar tiket Rp 10.000 per-orang. Galeri dua lantai ini berisi bermacam hasil karya seni mulai dari lukisan, patung bahkan replika motor yang dipakai oleh simon celli yang dibuat dari kertas! Buat kalian yang mencari koleksi barang langka dan antik mulai dari perabotan rumah tangga, piringan hitam, mebel sampai uang lama bisa coba lihat ke arah barat galeri ini karena disana ada penjual barang-barang tersebut.
Semarang Contemporary Art Gallery
   Selesai kota lama, kami bergegas menuju ciri khas Semarang yang lain, lawang sewu. Disana kami ketambahan dua orang lagi, juga anak Bekasi yang kuliah di Semarang. Sayangnya, disini saya tak banyak bisa bercerita karena kurang bisa menikmati bangunan yang sepertinya baru selesai di cat ulang atau renovasi karena adanya pameran pariwisata atau semacamnya disana jadi suasana terlalu ramai dan banyak sampah, kamipun juga tak menyewa guide sebab harus keluar biaya lagi, maklum anak kost :p. Disini yang menarik buat saya selain arsitektur dan 'seribu pintunya' adalah museum kereta api yang memajang maket lintasan juga model kereta api edisi jaman baheula. Sayangnya (lagi) disana tidak disediakan tempat parkir yang memadai khususnya untuk kendaraan roda dua, yang harus parkir di pinggir sungai yang jalannya lumayan sempit.
Full team di salahsatu baian Lawang Sewu yang dijadikan
museum kereta api Indonesia

Salahsatu sudut syahdu di Lawang Sewu
   Keluar dari lawang sewu, kami sepakat mengunjungi klenteng Sam Poo Kong yang letaknya bersebelahan dengan Goa Kreyo, itu nggatau apa yang jelas kata teman saya banyak monyetnya. Dengan membayar biaya retribusi sebesar Rp 3.000/orang kami memasuki kawasan klenteng yang guedeeee dan terdiri dari tiga bangunan besar dan sebuah patung seorang laksamana dari Tiongkok yang berdiri gagah, di dekat gerbang besar yang tertutup. Lagi-lagi tak terlalu bisa mengeksplor bangunan ini karena hujan turun jadi kami berfoto saja di depan gerbang.

Last destination, seru!
    Jam sudah menunjukkan sekitar jam 4 sore ketika akhirnya kami memutuskan menyudahi jalan-jalan kami di Semarang dan mapir ke salah satu gerai fast food  sampai waktu menjelang Maghrib. Setelahnya kami bersiap pulang menuju kota kami masing-masing untuk melanjutkan kegiatan kami di esok hari. Tak ada yang biasa dari perjalanan ini, semuanya baru, menyenangkan dan layak disimpan. 
   Terimakasih Semarang, jaga hati yang saya tinggal di sana ya! 
  

Selamat yang Sedikit Terlambat

   Selamat ulangtahun untukmu, bu. Ucapan ini terlewat, tapi tidak dengan doa, kupastikan itu. Maaf aku yang terlalu sibuk berkeluh tentang setitik luka sehingga tak tepat waktu menuliskan ini, tak apa ya bu?
   Tahun ini adalah tahun keduaku tak berada tepat di sisimu untuk mengamini setiap senyum yang kau lambangkan syukur karena purna tugas di tahun yang lalu dan siap menjalani tahunmu yang baru. Pun tahun ini, justru aku yang kau hadiahkan dengan penawar terbaik sehingga aku tak rebah, ketika akhirnya hati ini benar-benar patah.