Jumat, 03 April 2015

Terbiasa Berbeda

Kamu. Aku. Kita yang berbeda
Sekali ini aku tak ingin menyangkalnya
Kamu lahir tujuh bulan lebih dulu di musim terik dan kususul saat hujan sedang ramai-ramainya
Disitu kita sudah berbeda
Nyatanya kita tetap menganggapnya sama sejak dulu, perkenalan pertama.
Lewat seorang tokoh lain yang membuat kita meriah
Tak banyak masa kecil mu yang aku tau selain temanmu juga sama denganku dan dua saudaramu yang tak pernah bermain jauh dari kita. Kalian bertiga begitu mirip.
Setelahnya, kita seperti menggenapi takdir rotasi yang Tuhan genapkan pada masing-masing harap
Tetap ada tapi tak bertatap
Jika aku bumi, mungkin saat itu kamu jadi venusnya. Kamu beredar dekat tapi hanya pada beberapa fajar aku mampu melihat
Jika benar, bumi dan venus itu jauh kan? Berbeda pula
Lucunya kita justru memulai perkenalan kedua

Dengan kata yang lebih banyak dan juga berbeda
Katamu, kata-kataku adalah sekumpulan rajukan dijadikan satu
Sampai seberapapun waktu memintaku dewasa, merajuk adalah favoritku
Buatku, kata-katamu adalah tegar yang kerap dipalsukan
Banyak pahit yang kamu ceritakan terlambat, kadung menjadi bahan tertawaan sebelum aku bisa menangis
Seberapapun sakit, kamu takkan membukanya banyak
Sebelum luka itu kering sendiri
Itu baru dua, dalam hati jika kamu membaca coretan ini
Hampir pasti sederatan beda yang orang katakan pasti akan tersebut sendiri
Banyak dari itu, hanya satu yang menurutku sama
Kita kerap lupa bahwa kita adalah manusia
Haha iya, mengakulah
Manusia itu kan kerap mendengarkan dengan mata juga telinga bahkan seluruh indera yang mampu merasa
Tapi bukankah kita sering lupa jadi manusia?
Buktinya saat kita lupa, secepat itu kita belajar untuk terbiasa berbeda
Membuat simpul mati bagi beda yang tak pernah harus dibuat serupa
Bahkan dengan berani mengacak-acak rasi demi menyusun bintang kita sendiri
Sesekali saat aku ingat kita manusia, jejakku mundur di sudut pentas yang kita buat dengan gagah
Tak ingin tersorot sebagaimana kamu terbiasa
Kamu juga kadang hilang
Dan ada masa-masa rajukku kehilangan pendengar
Tapi tak ada yang pergi yang selalu aku harap hingga nanti
Karena akan selalu ada alasan
Membuat kita terlupa
Untuk menjadi seorang manusia
Membuat kita terbiasa berbeda, bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar