Pelupa mungkin menjadi nama tengah yang sudah saya
sandang sejak lama. Tak terhitung berapa kali ibu mengantar barang-barang
penting yang seharusnya saya bawa ke sekolah sejak zaman SD sampai SMA, atau
girang bertemu seseorang yang saya hapal mukanya tapi tak secuilpun namanya
terlintas di pikran, sampai saya malu sendiri karena harus menggunakan trik
asal panggil agar kemudian dikoreksi oleh pemilik nama :D. Itu baru dua hal,
belum lupa-lupa yang lainnya. Sampai keadaan ini diingat, menjadi bahan ejekan
teman-teman terdekat, dimaklumi dan akhirnya dibantu oleh mereka agar menjadi
memori tambahan bagi saya.
Jangan
kira saya pasrah saja dengan kelemahan satu ini. Untuk mengingat banyak hal
penting, sehari-hari saya membuat catatan berlapis di berbagai tempat yang
mudah saya akses agar tak lagi kelupaan. Tapi sialnya, menjadi lupa lebih mudah
dan banyak caranya dari sekedar menengok catatan yang sudah saya siapkan. Tak
terkecuali hari itu, satu hari yang biasa pada waktu perkuliahan. Setelah
seharian menyelesaikan jam-jam kuliah dan menyetor tugas tanda rusuh yang
tandanya saya tak kelupaan mengerjakan, saya pikir saya akan pulang dengan
tenang. Nyatanya, ingatan saya ingin bercanda dengan tak mengingat letak benda
kecil tapi penting. Kunci motor! Kejadian seperti ini memang bukan yang pertama
bagi saya, tapi biasanya saya hanya lupa dibagian tas mana saya menaruhnya. Maka
dengan tenang karena merasa tak hilang atau tertinggal di motor, saya
membongkar tas ransel yang saya gunakan sambil masih tertawa-tawa dengan
beberapa teman. Hasilnya? Tidak ada.