Yogyakarta,1
November 2013
Kali ini langkahku sejalan dengan mimpi yang dulu pernah kusuratkan
padaMu.KAU bawa aku jauh dari tempat yang bertahun-tahun tak pernah ku jauhi
lebih dari sebulan meskipun sering kukeluhkan sebagai balasan tunai atas
surat-suratku di hari terdahulu. Dengan kuasaMu yang begitu luas Ya Mughni,
rasanya benar-benar tak mungkin tanpa kuasaMu aku mampu berpijak pada kakiku
sendiri diatas tanah yang bukan tanahku dihari kemarin. Menjadi bagian sebuah
keluarga baru, mengambil peran dalam keterasingan.
Rasanya ada yang kulupakan pada hari kemarin aku menuliskan suratku
agara mampu menempuh langkah di tempat ini. Aku lupa untuk meminta kekuatan
ketika aku akan dijauhkan dari tatapan penuh awas ayahku dan pesan singkat
serta telepon dari ibu ketika aku terlambat pulang. Aku lupa memohon untuk
ketegaranku agar aku tak lekas rindu rumah saat jam-jam perkuliahan berlangsung
yang membuatku ingin berlari kala itu juga menaiki apa saja agar aku cepat
sampai di rumah seperti saat aku takut akan terlambat tiba di rumah setelah
seharian tak berada di dalam hangatnya rumah itu. Aku lupa menuliskan bahwa aku
bisa begitu saja mudah terserang rindu
pada hal-hal yang sering ku keluhkan , menyebalkan rasanya ketika rasa itu tiba.
Aku pun lupa menyertakan untuk kuat dan tak cepat iri saat teman-temanku yang
lain bisa dengan mudah dan lebih sering pulang ke rumah mereka. Aku lupa,
karena kupikir dulu rasanya tak akan serumit ini untuk menetap di tempat yang
asing, aku hanya merasa seperti sedang berlibur yang esok atau lusa lekas naik
kereta ke stasiun terdekat lalu pulang, kembali ke rumah.
Namun, sungguh hanya aku yang lupa. Karena KAU menyertakannya pada
surat yang tersertakan paket disampingnya. Hanya butuh sebuah kunci berbahan
kepercayaan dengan lapisan kesabaran pada permukaannya untuk membuka dan mengambil semua isinya,
semauku. Berapapun yang aku butuhkan.Lalu ketika aku cukup, membaginya adalah
kewajiban yang harus ditunaikan.Diwaktu-waktu yang lain, saat pertahanannku hampir
saja jatuh. KemurahanMu tak pernah berhenti, selalu saja KAU memelukku dan
seolah berkata untuk mengambil lebih banyak paket itu yang isinya takkan pernah
habis tanpa harus meminta lagi apa yang
pernah kubagi selagi aku mampu memiliki kuncinya, seringkih apapun bentuk kunci
yang kupegang saat itu.
Hari ini, kuncup-kuncup melati bermekaran disapa hujan setelah lama
ia menanti tanpa pernah seharipun kehilangan harapnya pada titik-titik air yang
dirasa agak sedikit terlambat datang. Padahal sungguh tak pernah, hujan tak
pernah terlambat datang. Kutulis suratku pula hari ini, berharap kau izinkan
aku mampu seperti melati dan hujan. Melati tak pernah iri ketika bebungaan lain
telah menunjukkan indahnya bahkan yang lain berbuah ranum mengundang selera, ia
tetap bersabar. Mengagunkan hanya namaMu pada masa-masa dormansinya. Meyakini
hanya dengan tanganMu ia mampu hidup, membuat kuncupnya terbuka dengan kuasaMu
melalui hujan yang meneduhkan. Lalu ketika saatnya ia merekah, ia tak pernah
sendiri. Selalu saja berbagi putihnya sama rata dan semuanya indah dalam
segerombol nikmat yang bisa mensyukuri keberadaannya. Dengan harumnya, ia
bersyukur membagi wanginya karuniaMu pada siapa yang berada di dekatnya. Tak
peduli kenalkah ia atau tidak.
Aku pun berdoa mampu meneladani hujan dalam langkah pengabdianku
untukMu. Ia pun patuh seperti melati, tak akan turun bulirnya meski dalam
formasi awan ia sungguh sudah ingin meluruh. Ketika turun, beribu bahkan juta
titik ainya adalah tasbih yang beritme menyenangkan, membangunkan sebanyak
mungkin tetumbuhan, mememnuhi sumur-sumur yang hampir saja kerontaang,
membasahi tanah untuk menyentuh sisi-sisi terbaiknya menentramkan dan membuat
yang mendengar cucurannya bersyukur seirama tasbih dalam gema-gema pikiran yang
mengendur ketegangannya. Ah, sungguh hanya syukur yang ingin kuucap ketika
banyak betul nikmat luar biasa yang hari
kemarin pernah ku anggap biasa. Sungguh, maafkan aku. Ketika kakiku KAU
percayakan untuk menopang diri ini sepenuhnya dalam langkah ini, tanpa tempat
bersandar selain diriMu yang Mahabaik. Aku ingin terus mengucap sykur tanpa
henti. Dengan cara ini, KAU bukakan mataku merambah apa yang belum pernah
benar-benar kuperhatikan. Dan sungguh hanya pada pengabdianMu aku ingin berjalan.
Maka izinkan aku mengucap syukur.