Senin, 30 Maret 2015

Bentuk Hati

Siapa pernah masuk dalam hatiku?
Kisahkan apa yang ada
Aku ingin melihat melalui mata juga kata
Bagaimana bisa memasukanmu yang besar dalam salahsatu ruang
Iya aku memang mendamba hatiku lapang
Tapi tetap saja seperti kamu, yang lain juga tak selalu ingin ada pada pijak yang sama

Sampai sini, aku hanya bisa merasa
Bagaimana sebuah ruang mengantar banyak rasa
Kamu kah itu? Berapa yang kamu sumbangkan? Satu atau sejuta?

Hati yang ini kadang ingin banyak bicara
Tapi tidak saat rongga terbuka, semuanya kelu
Sesekali waktu akhirnya menimbulkan suara
Lebih sering sumbang
Karena teriak terdengar cicit
Atau suka justru melontarkan duka

Keberadaan satu ruang baru sering menyulitkanmu bukan?
Hati suka berlebihan
Merelakan banyak ruang terkudeta
Menyesakkan himpit yang sudah menjepit
Baik, atas nama hati semoga maaf menjadi milikku

Tapi tak ada yang pernah benar benar pergi
Karena tak pernah ada yang mau menempati ruang berjejak
Beberapa yang tak terkunjungi memilih menepi
Kemudian kembali

Senin, 23 Maret 2015

Perkenalan dengan Senja


Hai senja,
Selamat datang (kembali) dalam barisan kata yang ku cipta. Memang bukan dalam satu bait aku pernah memprosakanmu tapi kini ada satu tempat khusus untuk menempatkanmu, selain di hati ini tentunya. Semoga kamu berkanan terus kubicarakan dalam nada kekaguman dan mungkin sesekali kekesalan, kesedihan, atau kebingungan sekalipun, maaf tapi itu yang namanya hidup.
Hari ini, salam perkenalanku tak kuutarakan tepat saat kita bertemu seperti yang selazimnya dilakukan pada kebanyakan, tak apa ya? Aku sudah begitu bersemangat menyapamu saat langit tak mengijinkan bumi memiliki bayangan, meski aku tau ini masih waktu tidurmu.

Saya hanya ingin menyalahkanmu

image by google

“Hari ini, saya janji sama kamu.
  Melindungi kamu.
 Sekarang dan nanti
 Saat hidup dan mati.”

1000 kata untuk kita


Hal baik yang bisa kita beri tak harus ditunjukkan katanya. Biar saja terlihat seperti rupanya, tak perlu dijelaskan dengan kata-kata. Jelas, aku tak begitu menyetujuinya. Karena hidup ini tentang sedikit memberi dan begitu banyak menerima, setidaknya kenyataan itu memberi paham setiap pemberian kita adalah ungkapan dari sekian banyak yang kita terima. Tak semua memang harus dibeberkan, cukup hati yang mengiyakan atau sebuah mata yang sedikit tertarik ke atas karena senyuman. Satu pemberian juga dari apa yang aku terima secara cuma-cuma dan tulus adanya adalah cinta majemuk yang tak pernah seragam.
Beberapa kata telah meluncur mengungkapkan perkenalan pada sebagian kecil duniaku yang mempertahankan orang-orang tangguh yang banyak memberiku arti dan tak berhenti sampai batas waktu yang pernah aku perkirakan. Aku menerima mereka dan berharap bisa memberi sebanyaknya yang aku bisa. Kenyataannya selalu saja rasanya tidak. Paling tidak, aku telah menunjukannya bahwa aku memberi apa yang menjadi milik mereka dengan simpanan kata-kata dari apa yang kubaca saat mereka ada atau pun tidak, karena berbicara di depan mata sama saja menguraikan semuanya hanya dengan airmata.

Senin, 16 Maret 2015

Da aku mah apa atuh cuma anak Bekasi


Da aku mah apa gitu cuma anak Bekasi
yang adanya di ujung provinsi.
Tinggal di kota berumur lebih muda dari umur sendiri yang pembangunannya makin punya ciri.

Sentra niaga penyangga ibukota negeri

Delapan belas tahun ini, setelah sekian kali di bully baru sadar kalo kekayaan tak habis adalah milik semua penghuni

Mau tanya soal materi? Toleh saja kepala menghadap mall dan perumahan di tanah moyang yg tak terkenali, cari bagian yang tak berpenghuni meski cuma sesenti. Setiap pundi kami dikeruk oleh peminta-minta berdasi, tak pernah absen kami memberi. Bukankah kami begitu murah hati?

Kalau bicara budaya, tanyakan pada kami
Satu tak cukup membuat kami berdiri
Tubuh kami serupa perca warna-warni
Terjahit rapat melintang melalui banyak sisi
Tak ada yang menghakimi kepemilikan hakiki
Karena bertenggang lebih baik dari mencibir saudara sendiri

Da kalo di Bekasi mah, jauh, macet dan kotor katanya
Padahal kami cuma berusaha baik hati
Perintah Tuhan, maksudnya
Kasih jalan orang ibukota juga desa supaya tak melulu berada dalam tempurungnya, kalau begitu hitung saja berapa banyak jumlah kaki berodanya
Sedangkan tempat kami terhimpit, sempit
Toh setidaknya kami berusaha tak jadi tuan rumah yang pelit
Buktinya, tak cuma melintas. Kami berlapang sediakan lumbung
Bukan padi seperti Karawang, lebih seperti timbunan uang juga ampasnya
Pemiliknya seringkali bukan kami,
Tak jadi soal, selama kami masih bisa memberi
Memahami kepatriotan kami yang tak meminta ditulisi

Selamat ulangtahun Bekasi, terus ajarkan aku memberi tanpa mengharap. Setidaknya, dimana orang baik berkumpul tanganNya akan selalu siap melindungi.