Selasa, 12 Mei 2015

Selamat yang Sedikit Terlambat

   Selamat ulangtahun untukmu, bu. Ucapan ini terlewat, tapi tidak dengan doa, kupastikan itu. Maaf aku yang terlalu sibuk berkeluh tentang setitik luka sehingga tak tepat waktu menuliskan ini, tak apa ya bu?
   Tahun ini adalah tahun keduaku tak berada tepat di sisimu untuk mengamini setiap senyum yang kau lambangkan syukur karena purna tugas di tahun yang lalu dan siap menjalani tahunmu yang baru. Pun tahun ini, justru aku yang kau hadiahkan dengan penawar terbaik sehingga aku tak rebah, ketika akhirnya hati ini benar-benar patah.
   Lukaku telah lewat, bu. Terimakasih untuk tetap sabar berada di tempat yang sama sehingga anakmu yang buta arah dan peta ini tak pernah tersesat mencari pulangnya. Bahkan, kau tak pernah menginginkan rumah ini usang, tapi tetap dengan bau dan warna yang sama. Kau selalu yakin, aku pulang. 
   Bu, menjadi salahsatu kombinasi genetik antara kau dan lelakimu yang berhasil menjejak dunia adalah keistimewaan. Meski ku beritahu, kalian berdua adalah orang yang sama-sama biasa, bukan ada dalam kategori hebat karena menilik sejarah kalian semasa lajang, aku tak menemukan kalian punya banyak teman karena uang kalian selalu ada atau menjadi master di bidang yang kalian cintai. Tidak, kalian bukan keduanya, aku hanya tau kalian orang baik dan ternyata berdua adalah kesempatan terbaik yang tak pernah kalian sia-siakan. Maka semoga aku, bukan keturunan yang mengalami mutasi ya, bu.
   Tahun-tahun berlalu begitu apa bu, menurutmu? Bila terlalu cepat, maka pemikiran kita lagi-lagi sama, seperti biasa. Menurutku masa-masa dimarahi karena tak bisa mengerjakan soal hitungan yang mudah atau pulang sekolah-dijemput-kunci pintu pagar-ganti baju-makan-tidur siang belum lama aku alami. Kini? Aku bahkan sudah sangat jarang mendengar suara teriakanmu dari lantai bawah memintaku lekas bangun, terberkatilah suara lantangmu bu, karenanya aku tak pernah terlambat semasa sekolah. 
   Tapi tahun, bahkan detik adalah pemberian juga jalan yang tak sekalipun boleh dirutuki, katamu. Nikamati saja prosesnya, seperti kita berdua yang kemudian semakin menjelma menjadi sepasang sahabat karib yang tak pernah habis membagi cerita dan menyusun mimpi sejelas matahari yang selalu kau ajarkan semenjak aku masih dalam masa kanak-kanak. 
   Bu, jadi kapan kita kemana? Aku selalu nyaman melangkahkan kaki hanya berdua denganmu meski hanya sejarak pasar di dekat rumah. Bukan hanya karena secara finansial aku aman. Tapi di perjalanan hingga tujuan ritme langkah cepat-pendek kita sama, apa yang kita tertawakan kerap kali sama dan banyak sama atau beberapa beda yang menjadikannya menyenangkan. Disini ku beroda, Tuhan memurahkan rezeki bagi kita, agar perjalanan yang pernah kita impikan kemudian terlaksana. 
   Semoga perjalanan 21 tahunmu mendampingi seorang lelaki dan dua puteri  mbajug ini tetap menyediakan energi yang cukup untuk memulai banyak perjalanan menyenangkan yang kita cita-citakan, termasuk lekas bertamu ke rumahNya di negeri timur tengah sana.
   Bu, jika kemudian kau membaca ini kemudian bertanya apa yang aku mau sampaikan dalam coret-coretan ini. Jawabannya, hanya karena aku menyayangi sekaligus merindumu dalam waktu yang sama. Mematrinya dalam tulisan bagiku menenangkan. Itu saja.  
   
Sepertimu, dengan caraku 
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar