Selasa, 21 November 2017

JALAN MENUJU TOGA [Memulai Langkah]

Semua langkah besar ditentukan dari langkah pertama katanya. Saya mengamini pendapat baik entah siapa penutur pertamanya. Proses panjang ini tidak pernah terangkai jika tidak ada langkah pertama yang kemudian dengan tabah terus berlanjut.

November setelah percakapan dengan ibu adalah awalnya. Sejak hanya memikirkan tugas besar tanpa mendapat masalah yang jelas, sebuah mata kuliah dan tentu saja dosen khsusus sengaja disiapkan agar mahasiswa macam saya ini dipecut keras untuk berpikir. Saya harus mempresentasikan rancangan penelitian yang akan saya ajukan untuk tugas akhir di hadapan dua dosen dan teman-teman. Tugas ini menjadi langkah paling awal untuk menemukan tumpukan masalah yang ternyata ada di bidang yang selama ini saya pelajari.

Senin, 20 November 2017

Jalan Menuju Toga [Dorongan]

Ini kisah saya yang kesekian, bukan sesuatu yang teramat istimewa. Jutaan orang mungkin sudah mengkhatamkannya bahkan ribuan diantaranya menelusurinya lebih dari sekali. Saya mau membekukannya sebelum lupa, sebelum saya alpa mengulangi kesalahan jika nanti harus bertemu dengan kesempatan yang sama. Kisah ini akan menuturkan bagaimana akhirnya tugas akhir di bangku perkuliahan saya rampung. Mengantarkan saya purna.

Sabtu, 18 November 2017

Tentang Tulah yang Disyukuri

Saya mau mebuat pengakuan. Ternyata saya bisa menjadi pengagum sesuatu yang hidup dengan cukup ekpresif seperti orang kebanyakan. Sebab, sebelumnya saya berkeras tak mengagumi siapapun selain kedua orang tua saya. Pengakuan ini mendesak untuk diumumkan, setelah patah hati kedua. Iya, gengsi saya sebesar itu sebagai orang yang terlahir dengan zodiak Capricorn dan bergolongan darah A. Hubungannya apa, terserah kamu saja.
Rara Sekar dan Ananda Badudu

Patah hati ditinggal idola kali pertama adalah ketika orang-orang memberi tahu bahwa Banda Neira pamit. Bubar. Diam-diam saya mencari sendiri informasinya, termasuk penjelasan yang langsung dilontarkan Rara dan Ananda Badudu. Perpisahan ini tiba-tiba tapi tak menyentak saya begitu saja pada awalnya. Hanya yang saya sesali (dan syukuri kemudian) adalah belum pernah melihat mereka bermain secara langsung di depan mata.

Minggu, 05 November 2017

Kontra

Saya tidak pernah bercanda atau menutupi muka
Namamu ada dalam rapal doa di beberapa kala
Bukan, bukan sebagai korban atau tersangka
Saya menyematkan kamu sebagai kawan sejak awal mula

Awalnya kita bersanding,
Ada satu hal yang membuatmu mendaulat kita sebagai lawan tanding
Di titik itu kamu kokoh membangun dinding
Menanggalkan percaya 
Tak mau membuka kata pada saya yang buta

Kamu teman sejalan
Terbersit pun tidak menjadikan lawan
Maaf untuk tingkah paling sok tahi tentang perasaan 
Karena denyar sakit itu juga menggema ketika sedikit kamu perlihatkan
Bisakah kemudian kembali menyamakan anggapan?
Menjadi dua komplementer, bukan katamu kini. Subtituen.

Yogyakarta, setelah akhirnya membaca
Oktober 2017

Pesan

Saya bertandang
Karena permintaanmu untuk datang
Benar begitu?
Bukan untuk bertanding
Sebab tidakkah di tempat ini seharusnya memang hanya satu?

Kuasamu mengundang
Tentukan dimana letak satu-satu
Sila berhitung kapastitas dengan seksama
Ingat pesan ibunda, dunia taman bermainmu yang luas tapi hati tak termasuk di dalamnya
Di sisa kesadaranmu yang mungkin melayang
Ku ingatkan bagi kita berdua,
keserakahan masih dilarang

Yogyakarta, selepas bisik yang tak lalu begitu saja
Oktober, 2017