Kamis, 30 Oktober 2014

Biru

Bukan satu pulasan yang asing yang mampu tertangkap retinaku. Aku mengenalnya ketika masih kecil dulu, saat ibu mengenalkannya padaku dan kuputuskan mencintainya. Bukan aku tak jatuh hati pada hijau, jingga atau kelabu. Tapi sekejapan mata, aku menemukannya dalam dalam duniaku, ya biru.

Aku mencintainya tanpa paksaan, juga dengan kesederhanaan. Takkan kupaksakan memberikannya pada daun atau batang yang kugambar, karena yang mereka cinta adalah hijau juga cokelat. Aku akan hanya memulaskan langit yang juga sama mencintai biru sepertiku, lalu pohon juga akan mencintainya aku rasa.

Juga pada berbagai imaji tentangku dan mereka yang kuimpikan ada di hari depanku, memasukkan biru adalah ketidak adilan bagi mereka dan juga baginya, karena tak ada keberadaannya bukan berarti mimpiku buruk. Bagian terburuk justru memaksakannya ada padahal ia tak pernah ditakdirkan untuk bisa.

Sabtu, 25 Oktober 2014

Bernegara, sesederhana solat berjama'ah

   Sebenarnya, sudah lama melihat orang malaksanakan solat berjama'ah, kayaknya sejak kecil. Mungkin pun kesadaran ini juga telah banyak dipahami oleh mereka yang lebih banyak ilmunya ketimbang saya yang sadar agak terlambat.
   Solat berjama'ah adalah kegiatan ibadah yang diganjar pahala 27 lebih banyak dibanding solat sendirian, dilakukan oleh minimal 2 orang. Ada imam dan makmumnya, imam yang memimpin dan makmum tentulah yang dipimpin. Semakin banyak makmum yang turut serta, imam hampir selalu mengingatkan untuk merapatkan shaf atau barisan. Sampai pada permulaan solat, ada pesan yang tertangkap untuk seluruh pelaksana solat baik sebagai imam maupun makmum untuk memiliki tujuan yang sama, beribadah kepada Tuhan (Allah). Pemilihan imam pun tak bisa sembarangan, bukan dengan mengeluarkan suara terbanyak sebagai jalan utama tapi dengan melihat siapa yang paling tua diantara para jamaah, atau paling baik bacaan solatnya, itu yang saya tau. Jelaslah perintah Allah bahwa memilih pemimpin harus yang memiliki potensi untuk mencakup semua tipe orang yang dipimpinnya dan meminimalisir kesalahan yang dapat merugikan semua pihak.
   Lalu ketika seorang imam sudah dipilih, para makmum harus menuruti perintah, gerakan, dan bacaan imam seperti yang sudah sebelumnya saya katakan. Merapatkan shaf membuat sela diantara makmum tidak ditempati oleh syeitan dan memberi ruang lebih lapang bagi jamaah yang nantinya menyusul. Ketika bernegara, merapatkan barisan oleh semua elemen masyarakatpun sangat perlu, apapun jabatan dan amanah mereka di lingkungan. Hal ini menurut saya terutama untuk membantu sang pemimpin tentu saja, karena sehebat apapun ia, ia takkan mampu bekerja sendiri. Selain itu, rasanya saling merapatkan dan berpegang teguh satu sama lain dapat membuat semua saling mendukung dan membantu ketika ada satu bagian yang mengalami masalah. Rasa percaya, saling menghargai dan mengasihi pun muncul sebagai individu yang berada dalam satu naungan negara karena semua saling merapat dan bukan lagi mempermasalahkan perbedaan yang ada. Seperti dalam solat berjamaah, tak semua orang mengambil posisi bersedekap yang sama. Tapi baik imam maupun makmum, selama itu tak mengganggu dan masih dalam koridor yang diajarkan agama, semua saling percaya dan bertoleransi bahwa doa terbaik kita tetap akan sampai padaNya. Imam akan tetap memimpin solat di depan makmum dan tak menengok kebelakang saat solat.
   Lalu apakah karena imam telah dipilih dan dipercaya karena kualitasnya, para makmum tak memberi pengawasan saat solat? Tentu saja tidak. Imam adalah teladan, semua ucapan dan gerakannya ditiru makmum saat solat, ia yang akan melaksanakan semuanya lebih dahulu sebelum makmum. Tetapi sebagai manusia, imam pun terkadang membuat kesalahan akibat lupa atau alpa, tugas para makmum lah untuk mengingatkan dengan tepukan tangan atau bacaan tasbih.
   Tentu ini pun bekal bernegara atau bermasyarakat yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah. Tak hanya imam yang harus mendapat kepercayaan makmum, makmum pun sebagai masyarakat juga perlu mendapat kepercayaan pemimpinnya agar semua usaha memajukan negara bisa berjalan maksimal, meskipun pemimpin tak melulu bisa melihat orang-orang yang dipimpinnya. Tunduk dan patuh dengan ketentuan pemimpin menjadi harus sebagai acuan agar tujuan seluruh masyarakat terlaksana. Meski begitu,  pengawasan dan peringatan dari masyarakat pun perlu dilakukan agar tak ada pihak yang akan diunggulkan atau dimenangkan, semua sama rata juga rasa.
   Terakhir, saat salah satu makmum (atau bahkan imam) melakukan hal diluar ketentuan solat. Secara sadar, solat mereka secara individu akan gugur dan harus menerima konsekuensi secara individu pula untuk mengulang solat. Hal ini memberi tanda, bahwa siapapun yang melanggar batasan atau aturan yanng dibuat, siapapun jabatannya melakukan kesalahan hendaklah berusaha tahu diri agar tidak menjadi bibit virus yang menulari orang lain yang tidak berbuat salah disekitarnya dengan ikhlas menerima segala resiko yang harus dihadapi.
   MasyaAllah, begitu sempurna Allah menciptakan sistem dengan contoh yang paling konkrit dan mudah sebeneranya untuk dipahami manusia. Semoga kesalahan saya saat menulis ini dapat Allah perbaiki dengan penangkapan indera yang membaca.  Allahu'alam

Selasa, 14 Oktober 2014

Cuma mau bilang

Ngga ada niat buat ngeblog tapi tabungan elektron rindu rumah tiap kali merasa cukup penat terus menunjukkan kenaikan sampai membuat saya berhenti sesaat di tengah belajar.
Ini minggu ke enam di semester ini, tugas yang mulai terus menggila, laporan, makalah, jurnal, presentasi sampai berbagai agenda di luar kegiatan akademik melingkupi hari saat mata terbuka hingga mau menutup lagi sejenak untuk memenuhi hak tubuh. Rutinitas ini membuat rumah menjadi sesuatu yang istimewa untuk dimimpikan, nggak lagi seperti semester-semester terdahulu. Tapi di sisi lain ya itu, tabungan rindunya terus bergerak. Semoga limitnya masih cukup tinggi, hingga bisa diendap sampai nanti waktunya.
Pelajaran berharga enam minggu kuliah ini menghasilkan pemahaman yang mungkin terlambat didapat tapi ngga akan disesali, yaitu
     "Tekanan takkan mampu melenyapkan, justru hadirnya membuat segala hal yang paling sederhana dapat menjadi sebuah kenikmatan, maka bersyukurlah"

Sabtu, 11 Oktober 2014

selarik kebelakang wajahmu dulu dan kini



Rasanya aku masih terus rindu
Maka izinkan sekali lagi mengenang wajahmu sejak pertama kita bertemu
Apakah kamu juga rindu?
Atau justru telah lupa pada wajahmu?

Kenapa maunya dibeliin?

   Beberapa hari yang lalu salahsatu penulis favorit saya berkabar bahwa ia telah rampung menulis sebuah buku yang berisi 'bocoran' bagaimana ia beliau bisa mendapatkan beasiswa dari 10 lembaga yang berbeda selama kurun waktu perjalanan hidupnya. Tidak sampai hanya bagaimana beliau bisa meraih mimpi-mimpi bersekolah di luar negeri secara gratis, bukunya juga membeberkan bagaimana caranya bertahan jauh dari orangtua, saudara bahkan negara tempatnya dilahirkan dalam kurun waktu yang tak sebentar. Bagian terakhir yang kemudian saya lupa tentang pertanyaan yang belum pernah terpikirkan justru sudah beliau tunjukkan, yaitu untuk apa ilmu yang sebegitu jauh kita kejar  ketika kita sudah harus kembali ke tanah ini.
 
buku yang ada dalam daftar doa :p
Jangan tanya seberapa inginnya saya membaca dan memiliki buku hebat ini, yang mungkin sudah ada pendahulunya. Tetapi tetap saja saya mengincar yang satu ini karena saya sudah pernah membaca 3 buku karyanya yang tida pernah bisa berhenti memotivasi hidup saya sampai pada tahap ini. Tetapi nyatanya, sampai hari ini, buku itu blum juga berhasil ada di tangan saya. Kenapa? Karena saya tidakk membelinya dan tidak akan membelinya.
Mungkin beberapa orang yang mengenal saya cukup dekat akan heran kenapa kalauu saya tertarik tapi saya tidak mau membelinya? Sederhana sekali alasannya, saya ingin ada seseorang yang menghadiahkannya kepada saya karena uang saya belum cukup orang tersebut tau bahwa mimpi saya bisa menyusul jejak om Fuadi sudah lama berakar.
Bisa jadi sepele memang, tapi bagi saya hal itu justru kekuatan besar bagi saya untuk tetap memegang mimpi itu, karena ternyata selain saya dan kedua orangtua saya, ada orang yang tak terhubung darah mendengar apa yang selama ini sering saya teriakkan lalu mau membantu saya melangkah menuju apa yang saya cita-citakan melalui pemberiannya dan orang tersebut adalah sahabat.
Bukan lantas saya mengucilkan mereka yang selama ini telah mengaggap saya  sebagai sahabat atau sebaliknya, tidak sama sekali. Arti mereka pun besar bagi saya sampai hari ini. Tidak sepicik itu penjelasannya.  Justru dalam hal ini, saya ingin mengoreksi seberapa jauh saya telah peduli pada orang-orang disekitar saya terutama para sahabat dan saudara tentang apa yang mereka impikan, rasakan, dan takutkan.
Lalu berhasilkah saya mendapatkan buku itu? Sampai hari ini belum, hehe. Kecewa? Mungkin iya pada diri saya, karena itu berarti saya pun tak tanggap terhadap apa yang dirasa mereka. Tetapi doa saya tetap yang terbaik untuk para saudara dan sahabat yang tak tertali darah, semoga bila saya belum menjadi seorang yang baik, ada sahabat mereka yang memiliki rasa peduli lebih untuk menjaga mereka disana dalam susah dan senangnya dan rezeki selalu mengalir cukup bagi mereka agar saya bisa membaca buku itu hehe. Ngarep sedikit ngga apa-apa lah ya, namanya juga usaha.