Senin, 30 Juni 2014

Tentang istilah yang asing di telinga

    Pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2014 yang tak lama lagi dilaksanakan kali ini di'ramaikan' dengan adanya debat capres dan cawapres dari dua kubu yang akan bertanding.  Debat yang sudah 3 kali dihelat oleh pihak KPU bertujuan agar publik lebih mengenal masing-masing calon yang salahsatu pasangan nantinya akan memimpin negara ini. Debat ini sendiri kebanyakan berisi bagaimana para calon capres dan cawapres menyusun strategi guna memajukan bangsa ini 5 tahun yang akan datang.
    Ada hal menarik yang saya amati setelah 3 kali dilaksanakannya debat capres dan cawapres ini. Pada layar televisi, terdapat sebuah kotak kecil disebelah kiri bawah yang mempertontonkan penerjemah bahasa isyarat yang membantu saudara-saudara kita yang berkebutuhan khusus agar bisa juga mengerti jalannya debat. Ternyata menjalani tugas sebagai penerjemah bahasa isyarat itu tidaklah mudah, ini yang saya pahami setelah membaca sebuah artikel di sini .
    Sebuah tanggungjawab yang besar bagi mereka karena harus bisa menyampaikan semua isyarat sesuai dengan perkataan para pelaku debat sampai dengan ekspresinya. Selain itu merekapun harus selalu menunjukkan bahwa mereka tidak memihak kepada salahsatu pihak dengan indikasi isyarat tertentu. Sulit bukan?  Saya kagum dengan mereka karena mampu mengahafal dan menerjemahkannya cukup baik dengan hitungan waktu yang sangat singkat. Disisi lain, saya juga merasa kasihan kepada mereka dan juga pada diri saya sendiri pada acara tersebut berlangsung. Kenapa?
    Sebagai orang awam sekaligus pemilih pemula pada tanggal 9 Juli 2014 nanti, saya belum begitu mengerti tentang riwayat kerja dan perpolitikan kedua calon pasangan tersebut, maka acara debat keduanya menjadi salahsatu pilihan untuk mengenal  kedua pasangan ini selain tentunya membaca berita dari berbagai media (yang kebanyakan sekarang sudah dimanipulasi untuk keuntungan salahsatu pihak) dan berdiskusi dengan orang-orang disekitar saya. Namun yang disayangkan, pada acara debat tersebut masing-masing dari mereka beberapa kali menyebut istilah yang tidak dipakai secara umum dan hanya dimengerti oleh beberapa kalangan tanpa sebuah penjelasan singkat tentang arti kata-kata tersebut dengan bahasa yang lebih mudah. Kalau sudah begitu, jika saya penasaran selepas acara saya harus mencari arti dari istilah tersebut. Itu kalau ketemu, kalau tidak yasudah. Hehe

    Lalu apa hubungannya oleh para penerjemah bahasa isyarat dan mengapa saya juga mengasihani sekaligus salut kepada kerja mereka? Karena kata-kata sulit tersebut -yang susah saya cerna meski saya mendengarnya sendiri- harus mereka sampaikan dengan berbagai macam alternatif cara agar yang menerima isyarat mereka mengerti dan paham. Itu sulit bukan?
    Adanya istilah sulit tersebut baik dalam bahasa asing ataupun bahas kita sendiri, tak hanya mempengaruhi saya dan menjadi cobaan bagi penerjemah bahasa isyarat tapi juga mendapat berbagai respon dari berbagai kalangan. Mungkin ada yang mengatakan, penyebutan istilah-istilah tersebut menjadikan isi debat lebih keren atau berbobot karena diselipkan disana-sini lalu dengan mudahnya membanggakan sang calon pasangan capres dan cawapres dan menghujat sesukanya pada pasangan lain. Atau banyak pula yang akhirnya justru malas menonton acara tersebut akibat ketidaktahuan terhadap istilah-istilah tersebut dan keterkaitannya dengan hidup mereka yang akhirnya sampai pada pilpres nanti pun mereka tetap buta pada kedua pilihan yang ada.
    Terlepas dari semua kekaguman, kesalutan dan kekhawatiran saya sebagai masyarakat biasa, semoga kemungkinan ini adalah yang paling banyak dilakukan, yaitu menngikuti jalannya ketiga debat yang sudah dilakukan dan memperhatikan jawaban termasuk istilah asing bagi telinganya dan mengakaji secara sederhana dari hasil pemaparan kedua kubu mana yang lebih baik bagi bangsa ini menurut mereka dan mebawa pilihannya pada saat pilpres nanti dan bukan malah menjatuhkan pihak lain apalagi sampai ajang ini menjadi ajang saling menjatuhkan dan bukan menguatkan. Apalagi  mengingat kini masyarakat Indonesia sudah banyak yang bisa mengakses berbagai media juga berpikir kritis bagi kemajuan Indonesia. Karena siapapun pemimpinnya, yang hebat adalah rakyat.

Rabu, 04 Juni 2014

Bauty reminder

Entah bagaimana caranya, terkadang waktu melenakan kita
Jika bukan masa lalu yang membiarkan kita tenggelam karena diam
Ada saja arus yang terlihat tenang, menyeret kita pada haluan yang bukan kita impikan
Karena sebuah kesalahan
Karena sebuah kealpaan
Karena kekufuran
Karena kebodohan
Karena kesdaran yang dilupakan
Karena tanda yang kerap kali diabaikan
Bahkan ketika sudah ada peringatan
Dan semoga kali ini aku belum terlambat