Minggu, 28 Februari 2016

Terimakasih, pak



Untuk sosok sederhana yang seringkali membuatku gemas karena diamnya, terimakasih untuk cinta luasmu. Aku pernah marah padamu ya, beberapa kali bahkan. Apakah kau juga begitu? Maaf untuk kelakuanku yang tak sabaran dan belum paham bahasa diammu. Bagaimana jika nanti aku pulang, kita menghabiskan waktu berdua lebih banyak?
Sekedar membagi mimpi-mimpi milikku yang mungkin akan merepotkanmu, jika kau tak juga mau membuka kata dan kekalutanmu. Tolong, untuk tak membuatku menyerah karena kehabisan cara membaca pikirmu yang sering sekali kau bungkam sendiri.
Surat ini akan berisi banyak kata terimakasih yang mungkin sedikit sekali pernah kau dengar, karena kerap kali aku hanya tau menuntut dan terburu-buru bila bercakap-cakap denganmu. Apakah ternyata selama ini kau terluka, karena aku yang begitu? Semoga tidak, jikapun iya kamu adalah superhero yang terbiasa menyelamatkan tubuhku dari rasa dingin dan asing. Maka bagi dirimu sendiri, tak mungkin kamu akan membiarkan luka tetap bernanah. Semoga pun ini adalah bagian dari pengajaranmu untuk menyadari hal-hal penting yang terlihat kecil dari hati sendiri tanpa paksa, berhasil kau sudah. Meski penantianmu sangat lama untuk ini.

Jadi, terimakasih pak. Untuk memerdekakanku dalam diam sehingga putri sulungmu yang keras kepala ini tak takut berteman dan membagi rasa nyaman. Rinduku pasti tak terganti, untuk masa-masa yang harusnya menjadikanmu tokoh utama dalam beberapa babak hidup ternyata digantikan sosok-sosok lain. Tapi dengan semua yang terjadi, aku jadi kenal rindu sejak dalam masa kanak. Terimakasih juga kerap menggiringku dalam pelukan ibu, karena sepertinya kau tau sejak dulu jika aku lekat padamu akan sangat sulit membuatku menemukan sisi cantik dalam diri yang telah dinamai lelaki sejak dulu. Dalam doa-doa sujudmu segala rupa, namaku ada. Aku bisa memastikannya, karena Tuhan jarang mendengar suaraku meminta tapi masih banyak kebaikan mensegerakanku untuk beryukur, terimakasih dan tolong tak pernah berhenti. Juga untuk gurat-gurat senyum dan tawa yang kau bagi meski lelah ragamu belakangan ini, aku berterimakasih.  

Sebelum surat ini berhenti, baca pesanku baik-baik. Pelihara kesehatan fisik juga pikirmu sekuat kau selalu menjaga kami. Lepas apa yang mengganggumu, memintalah tolong jika tak bisa kau lakukan sendirian. Mungkin aku terlihat tak acuh, tapi aku mau untuk membantu. Karena kita dua manusia yang sama, pak. Kepala yang sesak seringkali membuat badan ini lebih mudah kalah lebih cepat. Khawatiri aku yang jauh dari mata merahmu seperlunya, karena pesan dan ajaranmu yang berupa-rupa tak pernah tertinggal dari dalam kepala. Kini saatnya sang bungsu yang merasakan hangatmu  lebih banyak dan rapat dari apa yang ku terima, ia sungguh berbeda dari aku tentunya. Sebelum kemudian rumah kita hanya milikmu dan ibu yang berangkulan mesra.
                                                Sulungmu yang sedang berbunga-bunga karena dihadiahi buku impiannya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar