Untuk sosok sederhana yang
seringkali membuatku gemas karena diamnya, terimakasih untuk cinta luasmu. Aku
pernah marah padamu ya, beberapa kali bahkan. Apakah kau juga begitu? Maaf untuk
kelakuanku yang tak sabaran dan belum paham bahasa diammu. Bagaimana jika nanti
aku pulang, kita menghabiskan waktu berdua lebih banyak?
Sekedar membagi
mimpi-mimpi milikku yang mungkin akan merepotkanmu, jika kau tak juga mau
membuka kata dan kekalutanmu. Tolong, untuk tak membuatku menyerah karena
kehabisan cara membaca pikirmu yang sering sekali kau bungkam sendiri.
Surat ini akan berisi banyak kata
terimakasih yang mungkin sedikit sekali pernah kau dengar, karena kerap kali
aku hanya tau menuntut dan terburu-buru bila bercakap-cakap denganmu. Apakah ternyata
selama ini kau terluka, karena aku yang begitu? Semoga tidak, jikapun iya kamu
adalah superhero yang terbiasa menyelamatkan tubuhku dari rasa dingin dan
asing. Maka bagi dirimu sendiri, tak mungkin kamu akan membiarkan luka tetap
bernanah. Semoga pun ini adalah bagian dari pengajaranmu untuk menyadari
hal-hal penting yang terlihat kecil dari hati sendiri tanpa paksa, berhasil kau
sudah. Meski penantianmu sangat lama untuk ini.
Jadi, terimakasih pak. Untuk
memerdekakanku dalam diam sehingga putri sulungmu yang keras kepala ini tak
takut berteman dan membagi rasa nyaman. Rinduku pasti tak terganti, untuk
masa-masa yang harusnya menjadikanmu tokoh utama dalam beberapa babak hidup
ternyata digantikan sosok-sosok lain. Tapi dengan semua yang terjadi, aku jadi
kenal rindu sejak dalam masa kanak. Terimakasih juga kerap menggiringku dalam
pelukan ibu, karena sepertinya kau tau sejak dulu jika aku lekat padamu akan
sangat sulit membuatku menemukan sisi cantik dalam diri yang telah dinamai
lelaki sejak dulu. Dalam doa-doa sujudmu segala rupa, namaku ada. Aku bisa
memastikannya, karena Tuhan jarang mendengar suaraku meminta tapi masih banyak
kebaikan mensegerakanku untuk beryukur, terimakasih dan tolong tak pernah
berhenti. Juga untuk gurat-gurat senyum dan tawa yang kau bagi meski lelah
ragamu belakangan ini, aku berterimakasih.
Sebelum surat ini berhenti, baca
pesanku baik-baik. Pelihara kesehatan fisik juga pikirmu sekuat kau selalu
menjaga kami. Lepas apa yang mengganggumu, memintalah tolong jika tak bisa kau
lakukan sendirian. Mungkin aku terlihat tak acuh, tapi aku mau untuk membantu. Karena
kita dua manusia yang sama, pak. Kepala yang sesak seringkali membuat badan ini
lebih mudah kalah lebih cepat. Khawatiri aku yang jauh dari mata merahmu
seperlunya, karena pesan dan ajaranmu yang berupa-rupa tak pernah tertinggal
dari dalam kepala. Kini saatnya sang bungsu yang merasakan hangatmu lebih banyak dan rapat dari apa yang ku terima,
ia sungguh berbeda dari aku tentunya. Sebelum kemudian rumah kita hanya milikmu
dan ibu yang berangkulan mesra.
Sulungmu
yang sedang berbunga-bunga karena dihadiahi buku impiannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar