Minggu, 21 Februari 2016

Kerap Kali Takut



Tuhan, hari surat ini beralamatkan padaMu. Mungkin sebelum aku sampai pada titik penutup, segalanya telah terbaca dengan jelas. Karena seluruh pikir juga hati titipan dariMu ini selalu menunggu Kau berkenan untuk sekedar mampir. Nyatanya, aku masih terlalu meremehkan ya? Mampir adalah perkara tak sengaja kemudian lekas pergi lagi, tapi kedatanganMu tak pernah seperti itu. Selalu datang dan tak pernah pergi, aku saja yang kadang kala lupa mencari di ruang mana Kau sedang serius memperbaiki satu-satu kerusakan yang ku buat sendiri.


Tiba-tiba lewat surat ini aku ingin sekali bertanya, benarkah aku dicipta dengan banyak sekali ketakutan dalam satu raga? Ketakutan beberapa manusia yang kemudian bisa jadi terakumulasi dalam tubuhku yang satu. Ada yang kemudian hilang memang seiring perpanjangan hari pemberianMu. Tapi ada yang tetap berakar bahkan beranak pinak semakin riuh kepala dan banyak hal yang hanya bisa ku baca sepatah-sepatah. Aku menjaga diri sebaik mungkin tentu saja, agar bukan iri yang kerap muncul tiap kali keberanian orang lain meledekku habis-habisan yang diikat banyak takut.

Perihal takut gelap, misalnya. Malam yang mendung dan berpetir adalah turunannya kemudian. Padahal berkali-kali sudah pengingat “tidur seharusnya ngga pakai lampu terang” atau semacamnya mampir dari banyak suara, tapi sampai hari ini doaku masih menyertakan maaf untuk pemilik-pemilik suara yang belum bisa ku indahkan. Ada tempat indah milikMu pun yang tak pernah ku sambangi sampai sebesar ini, bukan tak tergoda tentunya. Aku memilih untuk menunggu ketika Goa berisi banyak lentera atau paling tidak ada yang tak melepaskan tanganku dan bercerita dengan jelas keindahan dalam gelap di bawah sana, muluk ya? Tapi bukankah apa saja menjadi bisa ketika Kau yang bersuara J. Sambil menunggu, aku akan menjaga keluhan tak hadir saat banyak cahaya menyiramiku begitu rupa. Dengan ini terang menjadi amat berharga bagi mataku yang pemilih.

Itu baru satu perkara dan anakannya yang tak bisa sertamerta ku suka. Banyak hal lain yang melingkupi erat dan seringkali memberatkan langkah. Bahkan ketakutan yang ku punya seringkali adalah hal baik, ya? Inikah kemudian cara si pemalas mendapatkan hukuman? Karena saat mereka yang berani hanya cukup berusaha satu kali, aku harus mencoba dan banyak meringis berkali-kali untuk sebuah hal mudah. Tak apa, asal tak pernah Kau lepaskan aku, energiku tak pernah mau habis. 

Pertanyaan sama untuk banyak rasa takutku yang beraneka rupa juga membingungkanku sebenarnya. “Memang kenapa harus takut ini?” adalah template yang seringkali hanya bisa ku jawab gumaman tak jelas, beralasan pun seringkali tak bisa. Apakah memang tercipta demikian, Tuhan? Mungkin tak akan sekarang juga terjawab, yang aku hanya tau ketakutan ini tak pernah membawaku pada titik buntu. Justru banyak hal baru, cara lain yang mungkin tak dijumpai orang banyak untuk mencapai sesuatu. Seperti jalan memutar, atau jalan tikus pada lalu lintas ramai nan semrawut yang membuatku jengah. Hei ini justru mengasykikkan, aku tetap sampai pada tujuan yang sama dan cerita yang seringkali berbeda. 

Maka, terimakasih ya sudah menghadirkanku sebegini rupa. Dengan banyak ketakutan yang menyertainya banyak orang yang heran menghadapiku seperti ini,Tuhan. Tapi aku menikmatinya dengan cara yang ku bisa. Toh ternyata, termasuk ketakutanku untuk sendiri justru menjadi cara mengundang banyak orang-orang baik yang mengenal dan membantu diriku sendiri lebih jauh. Jalan berpengaman ganda yang selalu siap menggembalikanku tiap kali oleng sudah langkahku juga selalu semakin panjang jalurnya, secara harfiah pun Kau tau aku seringkali menubruk ini itu saat mengayunkan kedua kaki. Aku tetap mampu kemana-mana dan melakukan berbagai rupa cita-cita yang ku ajukan dihadapanMu. Juga dengan takut, aku tak mau melepasMu dalam hitungan waktu apapun.Karena bersamaMu, aku akan menyurukkan semua ketakutan yang dimiliki semesta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar