Tuhan, hari surat ini
beralamatkan padaMu. Mungkin sebelum aku sampai pada titik penutup, segalanya
telah terbaca dengan jelas. Karena seluruh pikir juga hati titipan dariMu ini
selalu menunggu Kau berkenan untuk sekedar mampir. Nyatanya, aku masih terlalu
meremehkan ya? Mampir adalah perkara tak sengaja kemudian lekas pergi lagi,
tapi kedatanganMu tak pernah seperti itu. Selalu datang dan tak pernah pergi,
aku saja yang kadang kala lupa mencari di ruang mana Kau sedang serius
memperbaiki satu-satu kerusakan yang ku buat sendiri.
Tiba-tiba lewat surat ini aku
ingin sekali bertanya, benarkah aku dicipta dengan banyak sekali ketakutan
dalam satu raga? Ketakutan beberapa manusia yang kemudian bisa jadi
terakumulasi dalam tubuhku yang satu. Ada yang kemudian hilang memang seiring
perpanjangan hari pemberianMu. Tapi ada yang tetap berakar bahkan beranak pinak
semakin riuh kepala dan banyak hal yang hanya bisa ku baca sepatah-sepatah. Aku
menjaga diri sebaik mungkin tentu saja, agar bukan iri yang kerap muncul tiap
kali keberanian orang lain meledekku habis-habisan yang diikat banyak takut.
Perihal takut gelap, misalnya.
Malam yang mendung dan berpetir adalah turunannya kemudian. Padahal berkali-kali
sudah pengingat “tidur seharusnya ngga
pakai lampu terang” atau semacamnya mampir dari banyak suara, tapi sampai hari
ini doaku masih menyertakan maaf untuk pemilik-pemilik suara yang belum bisa ku
indahkan. Ada tempat indah milikMu pun yang tak pernah ku sambangi sampai
sebesar ini, bukan tak tergoda tentunya. Aku memilih untuk menunggu ketika Goa
berisi banyak lentera atau paling tidak ada yang tak melepaskan tanganku dan
bercerita dengan jelas keindahan dalam gelap di bawah sana, muluk ya? Tapi bukankah
apa saja menjadi bisa ketika Kau yang bersuara J.
Sambil menunggu, aku akan menjaga keluhan tak hadir saat banyak cahaya menyiramiku
begitu rupa. Dengan ini terang menjadi amat berharga bagi mataku yang pemilih.
Itu baru satu perkara dan
anakannya yang tak bisa sertamerta ku suka. Banyak hal lain yang melingkupi
erat dan seringkali memberatkan langkah. Bahkan ketakutan yang ku punya
seringkali adalah hal baik, ya? Inikah kemudian cara si pemalas mendapatkan
hukuman? Karena saat mereka yang berani hanya cukup berusaha satu kali, aku harus
mencoba dan banyak meringis berkali-kali untuk sebuah hal mudah. Tak apa, asal
tak pernah Kau lepaskan aku, energiku tak pernah mau habis.
Pertanyaan sama untuk banyak rasa
takutku yang beraneka rupa juga membingungkanku sebenarnya. “Memang kenapa
harus takut ini?” adalah template yang seringkali hanya bisa ku jawab gumaman
tak jelas, beralasan pun seringkali tak bisa. Apakah memang tercipta demikian,
Tuhan? Mungkin tak akan sekarang juga terjawab, yang aku hanya tau ketakutan
ini tak pernah membawaku pada titik buntu. Justru banyak hal baru, cara lain
yang mungkin tak dijumpai orang banyak untuk mencapai sesuatu. Seperti jalan
memutar, atau jalan tikus pada lalu lintas ramai nan semrawut yang membuatku
jengah. Hei ini justru mengasykikkan, aku tetap sampai pada tujuan yang sama
dan cerita yang seringkali berbeda.
Maka, terimakasih ya sudah
menghadirkanku sebegini rupa. Dengan banyak ketakutan yang menyertainya banyak orang
yang heran menghadapiku seperti ini,Tuhan. Tapi aku menikmatinya dengan cara
yang ku bisa. Toh ternyata, termasuk ketakutanku untuk sendiri justru menjadi cara
mengundang banyak orang-orang baik yang mengenal dan membantu diriku sendiri
lebih jauh. Jalan berpengaman ganda yang selalu siap menggembalikanku tiap kali
oleng sudah langkahku juga selalu semakin panjang jalurnya, secara harfiah pun
Kau tau aku seringkali menubruk ini itu saat mengayunkan kedua kaki. Aku tetap
mampu kemana-mana dan melakukan berbagai rupa cita-cita yang ku ajukan
dihadapanMu. Juga dengan takut, aku tak mau melepasMu dalam hitungan waktu apapun.Karena
bersamaMu, aku akan menyurukkan semua ketakutan yang dimiliki semesta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar