Saya selalu kagum pada tiap-tiap bagian dari tubuh
ayah. Terutama punggungnya. Sejak kecil saya tumbuh disana secara harfiah atau
makna kias. Saya, gadis sulungnya tak pernah cukup berani menyatakan banyak hal
bila harus bertatap mata. Maka sampai hari ini, komunikasi kami berhenti
setelah tiga empat baris kalimat. Lain jika saya lurus berada atau paling tidak
menatap punggung tegapnya. Punggung yang tetap tegap sampai hari ini meski bebannya
tak lagi saya bisa hitung, mungkin juga ia.
Rumah kami selalu saja aman sejauh yang saya tau,
selama apapun saya pernah pergi. Saya selalu tau, punggung ayah dan tangan
cekatan ibu aalah kuncinya. Punggung ini tidak seajaib kelihatannya, ia juga
bisa merasa lelah setelah sesiangan duduk tegap di atas motor menjemput rezeki
bagi keluarga ini. Buktinya, sejak kami anak-anaknya kecil permintaan kaki
untuk bertandang untuk sejenak merilekskan punggungya adalah titah tak bisa
dibantah yang selalu dimintanya baik-baik. Dalam sujud-sujudnya yang kadang
lebih lama, kerap kali saya juga menebak-nebak apakah ini salah satu cara
penopang tegapnya menyerah pasrah atau sekedar mengadu lelah pada Sang
Pencipta.
Apa yang tidak diajarkannya lewat kata juga mata,
satu-satu saya dapati melalui punggungnya. Punggung itu diam, sama dengan
bibirnya yang tak sebanyak ibu mengeluarkan suara tapi selalu sanggup membuat
saya melihat lebih banyak dan lebih jauh bila saya di atasnya. Tahun-tahun pertama dalam hidup, saya yakin punggung itu
pula lah yang sering menggantikan kaki milik saya yang terlampau takut dan
manja meniti langkah. Di tempat yang sama, saya kerap bersembunyi dari serbuan
rasa takut lain dan menangis sepuasnya disana. Punggung selalu jadi tempat
bersembunyi paling aman. Saya belajar sebelum perlu jauh melangkah, ketakutan
tak selalu hanya butuh keberanian untuk menjadi lebih baik. Sesekali penerimaan
tanpa memojokkan adalah hadiah kecil yang bisa diberikan untuk menciptakan rasa
nyaman.
Hari-hari yang terus berlalu dan punggung-punggung
lain yang kemudian datang untuk meneduhkan atau membutuhkan dukungan mengisi
kosakata. Sebagian besar sudah pernah saya temukan pada punggung pertama yang
saya cintai, membuat saya tak dihantui keasingan percakapan tanpa suara. Punggung-punggung
ini tak selalu sama, tak seliat atau setegap milik ayah. Persamaannya adalah
rasa menyenangkan dari dipercaya dan memercayakan sesuatu yang berada di balik
mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar