Langit menyerbu
pandang, kemudian serta merta bertanya “Kamu mau pilih warna apa?”
“Memang boleh
terserahku sekarang? Aku bahkan bukan siapa-siapa di belantara semesta.”
Jawabku keheranan
“Selalu boleh, mengurangi
7 milyar suara yang selalu mengeluhkan rona terbaik dari milikku.” Jawab langit
dalam merah yang marah.
“Maksudnya ada
yang tengah berusaha agar tidak dikeluhkan sendirian? Aku sudah banyak menerima
hal-hal seperti milikmu walau mungkin tidak 7 milyar setiap hari. Tapi menambahnya?
Terima kasih.”
“Aku hanya
diminta Tuhan untuk membubuhkan kebebasan yang sudah saatnya milikmu. Pilihan
baru untuk tak lagi mengeluh seperti hari-hari lalu. Akan ada ruang di atas kepalamu,
aku. Berjarak tak berbilang, tempat meletakkan angan-angan yang selalu terlihat dan
semakin tinggi membawamu. Ini juga keberanian baru, menyingkap ketakutanmu menarik
garis yang tak pernah lurus, membentuk bintang seterang dan sebanyak yang kamu
mau. Menghadapi kelabu atau jingga yang akan terus berganti setiap hari
bergantung dalam rupaku yang mana keinginanmu.” Jelas langit dengan sabar.
“Apa setiap
orang juga punya bagian langitnya? Bayangkan, 7 milyar lebih manusia dan terus
tumbuh, beranak pinak. Satu sama lain dari kami akan mengkavling,
mengkotak-kotak berbicara bahwa langit masing-masing dari kami lah yang paling
terang, paling indah atau paling kelam. Lalu, kami tak akan berhenti”. Kataku
dalam ngeri, memandang citra tembaga miliknya.
“Punya. Bahkan tak
hanya manusia. Aku melingkupi sejauh dimana napas memantulkan udara dalam
ruangku yang diangap hampa. Tapi bila setiap mereka tau, tak ada lagi yang bisa
mereka salahkan bukan? Atas hari-hari hujan, atas debu-debu yang mengisi ruang
di atas kepala dan sinar yang datang untuk menunjukkan cara membaca.” Kering
langit menjelaskan lewat desir anginnya.
“Siapa yang kamu
tawarkan?” Tanyaku tak sabaran.
“Hampir
semuanya, daftar teratas adalah yang mengeluh paling keras namun juga kerap
kali memandangiku lama dalam hujan juga atau senja.” Langit tertawa.
Semu merah dari
pipiku menjadi jawaban, dijiplak langit menyatu dalam kilaunya sebelum gelap. Dan
mimpiku setia mengangkasa.
Ah langit memang selalu istimewa. Bercengkerama sejenak dengannya memberikan kebahagiaan tersendiri. Tak jarang ia membuat tertawa dengan memainkan awan menjadi berbagi bentuk lucu 😁
BalasHapusIya, langit selalu punya bahasa. Terima kasih ya sudah membaca
Hapus