source |
Hal ini yang tidak lagi dapat saya
rasakan sejak Juli 2013 lalu, pasalnya di tahun itu saya resmi pindah ke
Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan. Saya semakin sulit mendapatkan
kesempatan mengucapkan doa secara langsung pada saat ibu, ayah atau adik saya
berulangtahun. Begitupun dengan mereka, saya juga tidak mungkin ada di rumah
saat hari ulang tahun. Karena, ulang tahun saya yang jatuh di minggu pertama
Januari SELALU bertepatan dengan pekan UAS perkuliahan semester ganjil. Maka
sejak ulang tahun pertama saya di kota ini saya yang harus membiasakan keadaan
ini, karena bagaimanapun ini akan terjadi lagi paling tidak di dua tahun
berikutnya sebelum saya lulus. Momen ulang tahun tetap menjadi sesuatu yang
penting namun tak lagi akrab dan meninggalkan jejak hangat bagi saya.
Sampai menjelang ulang tahun
berikutnya, di awal pergantian 2015 saya mempersiapkan diri untuk tak lagi
menelan kecewa yang pastinya akan diisi belajar sampai pagi dan juga sepi.
Karena berulangtahun di minggu ujian juga merupakan berkah ternyata, saya
dijauhkan dari pekerjaan jahil teman-teman saya yang lebih memikirkan bagaimana
cara mencerna semua materi yang akan diujikan ketimbang ngisengin saya yang ulangtahunnya juga ngga mereka ingat. Permintaan
saya kepadaNya juga bertambah karena ini, deretan nilai A sebagai kado
ulangtahun. Agak kemaruk dan tak tau
diri, iya. Namanya juga usaha.
Di hari itupun, saya cukup
bersyukur. Orang-orang di rumah menelpon saya bergantian dan mendoakan hal-hal
baik di umur ujung umur belasan. Iya, saya berulangtahun yang ke-19 waktu itu.
Beberapa sahabat dan teman juga masih banyak yang mengingat tanggal lahir saya
dan memberikan doa dengan banyak cara. Sayangnya saya belum berteman baik
dengan dosen yang melaksanakan ujian pada hari itu, maka saya tetap diharuskan
ikut ujian dengan tidak dijamin nilai A sebagai hadiah ulang tahun. Pulang ujian
pun saya langsung tidur siang setelah tenaga dan pikiran diperas habis untuk
mengerjakan ujian.
Sorenya, saya terbangun karena ada
belasan panggilan tak terjawab dari ibu. Dasar anaknya bebal juga masih ngantuk
dan sayang pulsanya juga, saya hanya bertanya melalui chat BBM bukannya menelpon balik. Kemudian tak lama
ibu kembali menelpon dan menanyakan apakah saya sudah makan atau belum, dalam
hati saya membatin kalau cuma tanya itu kenapa sampai menelpon berkali-kali? Setengah mengantuk saya menjawab apa adanya yang memang belum makan. Setelahnya
ibu bertanya apakah saya mau makan, ya saya jawab mau, mana juga ada orang
belum makan yang ditawari ngga mau
kan? Kemudian ibu mengajak saya makan, saya iyakan saja karena seperti biasa
kami sering bergurau seakan-akan kami ada di satu tempat yang berdekatan. Ibu
meminta saya keluar kost kalau memang
mau makan katanya, sampai sini saya mulai bingung. Apa hubungannya bercandaan
kali ini sampai saya disuruh keluar, tentu saya tak mau. Ibu bilang “ibu tunggu
di depan, ayo kita makan. Ibu juga lapar”. Saya langsung berlari ke depan meskipun
masih setengah tak percaya. Ternyata ibu memang sudah berdiri sambil
senyum-senyum di depan pagar. Cesss.....
saya ngga bisa lagi berkata apa-apa
dan cuma bisa memeluk ibu di tengah jalan. Untung sepi.
Sebelum saya sempat bertanya tentang
bagaimana beliau bisa sampai di Jogja tanpa mengabari dan membuat curiga
anakanya yang ga peka. Ibu langsung bilang, “ibu ngga bawa kado apa-apa, jadi ibu aja yang traktir kamu makan buat
kado ulangtahun ya, mba”. Dalam hati saya hanya bisa bilang, “Ya Allah ini kado
termewah buat saya, maaf permintaan saya justru aneh-aneh. Untungnya Engkau
selalu Yang Maha Tau, saat saya cuma hamba yang banyak bodohnya”. Maka jadilah
saya makan enak hari itu, seperti ulang tahun saya dua tahun lalu, karena ibu
juga berpesan makanan yang harus kami makan malam itu haruslah enak dan belum
pernah saya coba, jadilah saya memilih rumah makan india yang menyajikan nasi
kebuli dan kare karena sudah lama penasaran. Ibu paham bagaimana kehidupan anak
kos yang lebih sering ngirit makan
dengan cara yang penting kenyang, meskipun sebenarnya bisa sesekali saya makan
enak (dan agak mahal).
source |
Makan malam kali itu menjadi yang
terenak menurut saya selama ada di kota ini meskipun saya pernah kembali lagi
ke restoran tersebut bersama teman-teman saya atau makan ditempat lain yang
menurut orang lebih enak. Kado ulangtahun yang satu ini tak bisa dipajang
memang, tapi juga tak pernah habis sampai hari ini sudah sekali lagi saya kembali
berulangtahun di tempat ini dengan suasana yang hampir sama. Meski tahun ini
ibu sedang tak sempat melakukannya lagi, saya sudah merasa cukup. Sekali saja
untuk tau, tak ada yang mampu menandingi kasih dan perhatiannya kepada saya,
anaknya yang sering mbeling ini.
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog ulang tahun ke lima Warung Blogger
Yang enak bukan makanannya mungkin ya, tapi momennya yg menjadikan enak hehehe. Oh ya, makasih sudah berpartisipasi dalam lomba ini :)
BalasHapusHee karena enak bukan cuma perkara lidah
HapusKembali kasih :)
Ibunha romantis sekali. Baca ceritanya kerasa banget kedekatan dengan ibu. Terharuuu
BalasHapusIyaa mba, pengajaran romantis beliau jauh dari kata-kata tapi langsung pakai tindakan
HapusSenangnya punya ibu yang mengerti kerinduan anaknnya buat berdekatan dengan keluarga saat ulang tahun :)
BalasHapusHai mba Evi, iya alhamdulillah sekali
HapusSenangnya punya ibu yang mengerti kerinduan anaknnya buat berdekatan dengan keluarga saat ulang tahun :)
BalasHapusmakanannya boleh apa aja asal di temani ibunda tercinta...
BalasHapus