Manusia dan ingatannya adalah dua hal yang kerap
kali tak terhubung dengan baik. Inilah yang saya alami sebelum memulai tulisan
ini. Saya kembali mengulik sejak kapan saya ada disini, membuat serangkaian
jejak-jejak kata yang lebih sering saya sembunyikan meskipun ini dunia maya.
Ternyata, sudah 6 tahun ke belakang rumah ini saya bangun, meski masih
sekedarnya. Iya, sejak 2011 saya berhasil membuat rumah ini ada meski awalnya
hanya terisi hasil salin dan tempel dari sumber-sumber lain.
Saya tak pernah benar-benar pergi dari sini. Meski
menyambangi pun baru dua tahunan ini agak rajin. Bukan tak sayang, seringkali
apa yang ingin saya bagi sudah lebih dulu tuntas di tempat lain. seperti di
laman saya yang lain atau tatap muka dengan manusia lain yang masih mau
mendengar rentetetan panjang keluhan saya. Memang, lihat saja sendiri. Sebagian
besar isi dari rumah ini adalah suara yang tak mampu saya keluarkan meski dalam
nada sumbang. Saya memilih menumpahkan semuanya disini, biarpun banyak orang
yang kemudian kesini terbingung-bingung menangkap apa yang saya suarakan.
Padahal seringkali, saya menulis khusus untuk salah satu dari mereka. Tetap
saja banyak muncul tanya tentang dari bahasa peri yang saya gunakan. Itu kata
mereka, bahasa peri, kata-kata bersayap, puisi-puisi pujangga dan entah apa
lagi. Saya hanya tau ini rumah kepunyaan saya sendiri yang penuh dekorasi tajam
disana-sini agar tak menyakiti orang lain atau juga hati yang meski sepotong
adalah hal yang akan saya jaga untuk menyokong kewarasan milik sendiri.
Rumah ini, pada mulanya adalah korban dari trend yang saya jumpai. Banyak
orang-orang hebat yang berawal dengan punya rumah disini. Saya juga mau.
Apalagi disini adalah tempat dimana saya bisa berteriak selantang-lantangnya meski
hanya segelintir kemudian (itupun terlambat kadang-kadang) yang mendengarnya.
Kemauan saya untuk memiliki rumah yang besar terkabul disini. Tidak seperti di rumah saya yang lain, yang meskipun bebas
dalam hal menumpahkan pikir tetapi tetap ada batasan yang tak bisa ditoleransi.
Maka jadilah disini saya bermukim, sejak 2 tahun ke belakang saya pun makin
betah disini, meski belum banyak tetangga di kanan kiri yang bisa mengingatkan
saya untuk pulang ke rumah. Saya tak tinggal diam tentunya, cara ini pun salah
satunya. Bersama seorang kawan yang punya ribuan neon di kepalanya, kami
mencoba membahas sebuah topik yang sama dengan gaya yang milik kami seutuhnya.
Mungkin seperti yang terlihat, rumah ini masih
sangat berantakan. Banyak bawaan yang harus ditata agar siapapun yang
berkunjung kerasan. Sebagian besar
berisi bait-bait puisi mulai dari jatuh cinta sampai kemudian bangkit dari
patah hati, bagian lain adalah pengenalan terhadap beberapa bagian saya di
dunia nyata yang sosoknya benar-benar tak alpa dari perjalanan ini dan sedikit
bagian lain yang tengah saya perluas adalah halaman dengan cerita perjalanan,
kunjungan maupun pertemuan yang berkesan bagi saya. Hal-hal yang saya tuliskan disini adalah upaya saya dari banyak kata yang tak bisa tak bersuara saat satu momen tersebut terjadi. Entah kapan ini rampung saya kerjakan, karena pada dasarnya di dunia
nyata pun saya buka orang dengan kemampuan berbenah yang baik. Keinginan saya
pun hanya satu sebenarnya, yaitu menjadikan seluruh rumah saya saling terhubung
dan mengenalkan agar siapapun yang mencari saya dengan berbagai memori tak lagi
kesulitan menyusun potongan-potongan yang saya sebar di seluruh bagian rumah.Agar semua yang tak sempat saya suarakan dapat kalian baca dengan baik meski
dengan bahasan yang berbeda untuk setiap topiknya. Untuk itu semua saya akan
mengusahaknnya, doakan agar setidaknya saya betah untuk pulang.
halo mbak, semoga rumahnya cepat rapih ya, rumah mayanya, saya juga masih berantakan dan ingin dibenahi satu per satu
BalasHapushalo kak, aamiin. Ayo dirapiin bareng-bareng. makasih sudah baca ya :)
Hapus