Kamis, 02 Juni 2016

#ProjectBerdua : Meski Bukan Satu-Satunya




Manusia dan ingatannya adalah dua hal yang kerap kali tak terhubung dengan baik. Inilah yang saya alami sebelum memulai tulisan ini. Saya kembali mengulik sejak kapan saya ada disini, membuat serangkaian jejak-jejak kata yang lebih sering saya sembunyikan meskipun ini dunia maya. Ternyata, sudah 6 tahun ke belakang rumah ini saya bangun, meski masih sekedarnya. Iya, sejak 2011 saya berhasil membuat rumah ini ada meski awalnya hanya terisi hasil salin dan tempel dari sumber-sumber lain.

Saya tak pernah benar-benar pergi dari sini. Meski menyambangi pun baru dua tahunan ini agak rajin. Bukan tak sayang, seringkali apa yang ingin saya bagi sudah lebih dulu tuntas di tempat lain. seperti di laman saya yang lain atau tatap muka dengan manusia lain yang masih mau mendengar rentetetan panjang keluhan saya. Memang, lihat saja sendiri. Sebagian besar isi dari rumah ini adalah suara yang tak mampu saya keluarkan meski dalam nada sumbang. Saya memilih menumpahkan semuanya disini, biarpun banyak orang yang kemudian kesini terbingung-bingung menangkap apa yang saya suarakan. Padahal seringkali, saya menulis khusus untuk salah satu dari mereka. Tetap saja banyak muncul tanya tentang dari bahasa peri yang saya gunakan. Itu kata mereka, bahasa peri, kata-kata bersayap, puisi-puisi pujangga dan entah apa lagi. Saya hanya tau ini rumah kepunyaan saya sendiri yang penuh dekorasi tajam disana-sini agar tak menyakiti orang lain atau juga hati yang meski sepotong adalah hal yang akan saya jaga untuk menyokong kewarasan milik sendiri.
Rumah ini, pada mulanya adalah korban dari trend yang saya jumpai. Banyak orang-orang hebat yang berawal dengan punya rumah disini. Saya juga mau. Apalagi disini adalah tempat dimana saya bisa berteriak selantang-lantangnya meski hanya segelintir kemudian (itupun terlambat kadang-kadang) yang mendengarnya. Kemauan saya untuk memiliki rumah yang besar terkabul disini. Tidak seperti di rumah saya yang lain, yang meskipun bebas dalam hal menumpahkan pikir tetapi tetap ada batasan yang tak bisa ditoleransi. Maka jadilah disini saya bermukim, sejak 2 tahun ke belakang saya pun makin betah disini, meski belum banyak tetangga di kanan kiri yang bisa mengingatkan saya untuk pulang ke rumah. Saya tak tinggal diam tentunya, cara ini pun salah satunya. Bersama seorang kawan yang punya ribuan neon di kepalanya, kami mencoba membahas sebuah topik yang sama dengan gaya yang milik kami seutuhnya.
Mungkin seperti yang terlihat, rumah ini masih sangat berantakan. Banyak bawaan yang harus ditata agar siapapun yang berkunjung kerasan. Sebagian besar berisi bait-bait puisi mulai dari jatuh cinta sampai kemudian bangkit dari patah hati, bagian lain adalah pengenalan terhadap beberapa bagian saya di dunia nyata yang sosoknya benar-benar tak alpa dari perjalanan ini dan sedikit bagian lain yang tengah saya perluas adalah halaman dengan cerita perjalanan, kunjungan maupun pertemuan yang berkesan bagi saya. Hal-hal yang saya tuliskan disini adalah upaya saya dari banyak kata yang tak bisa tak bersuara saat satu momen tersebut terjadi. Entah kapan ini rampung  saya kerjakan, karena pada dasarnya di dunia nyata pun saya buka orang dengan kemampuan berbenah yang baik. Keinginan saya pun hanya satu sebenarnya, yaitu menjadikan seluruh rumah saya saling terhubung dan mengenalkan agar siapapun yang mencari saya dengan berbagai memori tak lagi kesulitan menyusun potongan-potongan yang saya sebar di seluruh bagian rumah.Agar semua yang tak sempat saya suarakan dapat kalian baca dengan baik meski dengan bahasan yang berbeda untuk setiap topiknya. Untuk itu semua saya akan mengusahaknnya, doakan agar setidaknya saya betah untuk pulang.

2 komentar:

  1. halo mbak, semoga rumahnya cepat rapih ya, rumah mayanya, saya juga masih berantakan dan ingin dibenahi satu per satu

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo kak, aamiin. Ayo dirapiin bareng-bareng. makasih sudah baca ya :)

      Hapus