Namamu ada dalam rapal doa di beberapa kala
Bukan, bukan sebagai korban atau tersangka
Saya menyematkan kamu sebagai kawan sejak awal mula
Awalnya kita bersanding,
Ada satu hal yang membuatmu mendaulat kita sebagai lawan tanding
Di titik itu kamu kokoh membangun dinding
Menanggalkan percaya
Tak mau membuka kata pada saya yang buta
Kamu teman sejalan
Terbersit pun tidak menjadikan lawan
Maaf untuk tingkah paling sok tahi tentang perasaan
Karena denyar sakit itu juga menggema ketika sedikit kamu perlihatkan
Bisakah kemudian kembali menyamakan anggapan?
Menjadi dua komplementer, bukan katamu kini. Subtituen.
Yogyakarta, setelah akhirnya membaca
Oktober 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar