Terima kasih menjadikan aku berdiri di belakangmu.
Menikmati punggung tegapmu sebagai pelindung dari apa yang harus ku hadapi di
depan. Menyusun langkah mengikutimu pada tanjakan atau turunan yang kerap kali
membuat nyaliku ciut. Tentu ini bukan urutan selamanya, kan? Tak elok rasanya
jika harus membenarkan langkah sendirian sedangkan kamu pernah ada dalam
kegagalan. Iya, kamu pasti tau aku yang pembangkang tak akan mau selalu persis
di belakangmu seperti bayang mengikuti kemana arahmu. Selamanya pun,
membicarakanmu rasanya tak pernah benar bila hanya dibalik kepalamu. Aku, bukan
pengikut yang baik.
Terima kasih memperbolehkanku berada di depan. Boleh
aku bertanya atas dasar apa keyakinanmu? Padahal aku adalah manusia dengan seribu rasa takut, sedang
hidup butuh mereka yang pemberani. Kamu akan belajar bagaimana dunia ini memang
tidak berjalan sebaik dongeng ibu dan ayahmu, tapi sebenarnya tak juga cukup
jahat untuk menjatuhkanmu dalam sekali pukul. Dengan itu, kamu akan selalu
menebak-nebak makna langkahku yang kerap tergesa-gesa. Nanti kamu lelah sebelum
kita sampai ke tujuan. Kamu siap terjembab menabrakku? Karena langkah dan
berhentiku seringkali tak bisa dicantumkan dalama rima. Aku, bukan pemimpin
yang baik.
Sini, berdirilah di sampingku. Entah kamu akan
menjadi lebih tinggi atau aku yang akan mendapati bagian rendah, kita akan
beriringan. Kamu akan lebih mudah memegang tanganku, menguatkan kaki yang mudah
sekali goyah. Aku akan berbisik tepat di telingamu atas apa yang perlu, untuk
memanjangkan kata sayangku tidak dengan membuatmu malu atau menjatuhimu. Kita
akan beriring, tak mengukur seberapa sering ada di jalan yang sama karena
masing-masing kepala punya cita-cita membaikkan dunia dengan cara yang berbeda.
Cukup kita pada rasa percaya, mata yang saling mendoa kala satu demi satu
pilihan pintu dibuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar