Sabtu, 11 Oktober 2014

selarik kebelakang wajahmu dulu dan kini



Rasanya aku masih terus rindu
Maka izinkan sekali lagi mengenang wajahmu sejak pertama kita bertemu
Apakah kamu juga rindu?
Atau justru telah lupa pada wajahmu?

Mari kawan, kuingatkan lagi tentang itu
Kita bertemu waktu itu saat usiamu masih saja baru, sama sepertiku
Baru saja satu tahun kalau perhitunganku tak salah waktu itu
Masih begitu hijau untuk sebuah gelar kota yang disandangmu

Tak banyak yang ingin bertemu denganmu kala itu
Karena ada lebih dari seribu kerlip lebih megah disebelahmu
Sedang kamu? Hanya tanah lapang  kecoklatan tak bertuan
Warna lain, hanya hijau menhampar depan mata
Dengan deret rumah-rumah sederhana

Jangan tanya dimana para pengendara
Karena bapak ibu kita lebih senang berjalan atau bersepeda
Jangan juga bertanya dimana deru angkkutan bernomor empat lima
Karen hanya ada saat orang-orang dewasa pulang dan pergi bekerja
Lalu siapa yang mau melewat jalan rusak penuh licak?
Hanya para gembala dan domba-domba setiap pagi dana senja

Lalu tahun-tahun pun berlari
Membesarkan, menguatkan kita
Pertumbuhanmu menyediakan apa yang kuperlu
Tubuhmu penuh berderet tembok dan menara baru
Kamu begitu saja, tau-tau sudah menjadi primadona

Terimakasih sudah membesarkanku dalam masa beliamu
Menyediakan kelapangan pada masa laluku
Meski semakin besar kita semakin sedikit pula aku bisa mencumbumu dalam hijau yang kurindu

Dan musibah datang satu-satu
Tenang sayang, ini bukan salahmu
Yang terbaik bagiku adalah keinginanmu, maka penuh lubangpun kau sudi menerima

Berbaik-baiklah pada ibu, bapakku juga ribuan cerita pada tiap jengkalmu
Tuhan akan tetap menyinarimu degan matahari yang sama
Yang pernah menghangangatkan kita dan takkan pernahh membumihanguskan kita

                Puisi ini dibuat pada ulangtahun Kota Bekasi yang ke-17 di buku catatan kuliah dan baru saja dibaca ulang lalu  diketikkan pada blog disaat yang sama saat diposkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar