Selasa, 20 Mei 2014

Izinkan aku mengucap syukur



Yogyakarta,1 November 2013
Kali ini langkahku sejalan dengan mimpi yang dulu pernah kusuratkan padaMu.KAU bawa aku jauh dari tempat yang bertahun-tahun tak pernah ku jauhi lebih dari sebulan meskipun sering kukeluhkan sebagai balasan tunai atas surat-suratku di hari terdahulu. Dengan kuasaMu yang begitu luas Ya Mughni, rasanya benar-benar tak mungkin tanpa kuasaMu aku mampu berpijak pada kakiku sendiri diatas tanah yang bukan tanahku dihari kemarin. Menjadi bagian sebuah keluarga baru, mengambil peran dalam keterasingan.
Rasanya ada yang kulupakan pada hari kemarin aku menuliskan suratku agara mampu menempuh langkah di tempat ini. Aku lupa untuk meminta kekuatan ketika aku akan dijauhkan dari tatapan penuh awas ayahku dan pesan singkat serta telepon dari ibu ketika aku terlambat pulang. Aku lupa memohon untuk ketegaranku agar aku tak lekas rindu rumah saat jam-jam perkuliahan berlangsung yang membuatku ingin berlari kala itu juga menaiki apa saja agar aku cepat sampai di rumah seperti saat aku takut akan terlambat tiba di rumah setelah seharian tak berada di dalam hangatnya rumah itu. Aku lupa menuliskan bahwa aku bisa begitu saja  mudah terserang rindu pada hal-hal yang sering ku keluhkan , menyebalkan rasanya ketika rasa itu tiba. Aku pun lupa menyertakan untuk kuat dan tak cepat iri saat teman-temanku yang lain bisa dengan mudah dan lebih sering pulang ke rumah mereka. Aku lupa, karena kupikir dulu rasanya tak akan serumit ini untuk menetap di tempat yang asing, aku hanya merasa seperti sedang berlibur yang esok atau lusa lekas naik kereta ke stasiun terdekat lalu pulang, kembali ke rumah.
Namun, sungguh hanya aku yang lupa. Karena KAU menyertakannya pada surat yang tersertakan paket disampingnya. Hanya butuh sebuah kunci berbahan kepercayaan dengan lapisan kesabaran pada permukaannya  untuk membuka dan mengambil semua isinya, semauku. Berapapun yang aku butuhkan.Lalu ketika aku cukup, membaginya adalah kewajiban yang harus ditunaikan.Diwaktu-waktu yang lain, saat pertahanannku hampir saja jatuh. KemurahanMu tak pernah berhenti, selalu saja KAU memelukku dan seolah berkata untuk mengambil lebih banyak paket itu yang isinya takkan pernah habis  tanpa harus meminta lagi apa yang pernah kubagi selagi aku mampu memiliki kuncinya, seringkih apapun bentuk kunci yang kupegang saat itu.
Hari ini, kuncup-kuncup melati bermekaran disapa hujan setelah lama ia menanti tanpa pernah seharipun kehilangan harapnya pada titik-titik air yang dirasa agak sedikit terlambat datang. Padahal sungguh tak pernah, hujan tak pernah terlambat datang. Kutulis suratku pula hari ini, berharap kau izinkan aku mampu seperti melati dan hujan. Melati tak pernah iri ketika bebungaan lain telah menunjukkan indahnya bahkan yang lain berbuah ranum mengundang selera, ia tetap bersabar. Mengagunkan hanya namaMu pada masa-masa dormansinya. Meyakini hanya dengan tanganMu ia mampu hidup, membuat kuncupnya terbuka dengan kuasaMu melalui hujan yang meneduhkan. Lalu ketika saatnya ia merekah, ia tak pernah sendiri. Selalu saja berbagi putihnya sama rata dan semuanya indah dalam segerombol nikmat yang bisa mensyukuri keberadaannya. Dengan harumnya, ia bersyukur membagi wanginya karuniaMu pada siapa yang berada di dekatnya. Tak peduli kenalkah ia atau tidak.
Aku pun berdoa mampu meneladani hujan dalam langkah pengabdianku untukMu. Ia pun patuh seperti melati, tak akan turun bulirnya meski dalam formasi awan ia sungguh sudah ingin meluruh. Ketika turun, beribu bahkan juta titik ainya adalah tasbih yang beritme menyenangkan, membangunkan sebanyak mungkin tetumbuhan, mememnuhi sumur-sumur yang hampir saja kerontaang, membasahi tanah untuk menyentuh sisi-sisi terbaiknya menentramkan dan membuat yang mendengar cucurannya bersyukur seirama tasbih dalam gema-gema pikiran yang mengendur ketegangannya. Ah, sungguh hanya syukur yang ingin kuucap ketika banyak betul  nikmat luar biasa yang hari kemarin pernah ku anggap biasa. Sungguh, maafkan aku. Ketika kakiku KAU percayakan untuk menopang diri ini sepenuhnya dalam langkah ini, tanpa tempat bersandar selain diriMu yang Mahabaik. Aku ingin terus mengucap sykur tanpa henti. Dengan cara ini, KAU bukakan mataku merambah apa yang belum pernah benar-benar kuperhatikan. Dan sungguh hanya pada pengabdianMu aku ingin berjalan. Maka izinkan aku mengucap syukur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar