Terimakasih telah memberi laut kepada saya. Membaui
asin yang manis pada udaranya. Mengizinkan ribut air dan batu saling adu tak
mau mengalah. Hingga buih turun meminta perhatian pada kakiku yang kemudian
dibuatnya basah. Mari ikut serta, katanya.
Saya takut
menyinggungnya sekali lagi. Laut pernah menanti saya begitu lama sebelum hari
ini. Kemudian saya tak lagi melemparkan keluh untuk pecah memantik ombak. Tapi nyatanya,
laut tidak. Anginya, pelan membuka langit agar saya tak takut mendekat. Meski
tak sampai mampu mengundang senja, saya tersenyum juga dibuatnya. Laut tau
semuanya. Melurubi saya dengan asin yang pekat, semacam agar kamu bertanya
darimana saya mendapatkan senyum yang bermandi garam dan pasir putih di
sela-selanya. Menambah-nambah jelas dimana air dan tawa anak-anak masuk dalam
sebanyak mungkin indera yang saya punya. Ini jelas, agar apa yang aku kisahkan
selanjutnya tak melulu berakhir dengan kamu yang meredam marah kepunyaan saya
atau membiarkan saya menangis sampai cukup. Mungkin ini cara laut mengundangmu
pada kunjungan selanjutnya. Meski laut telah senang saya datang diantar rasa
percaya.
Kamu tau? Dingin
yang saya bawa hingga gigil sebelum bertemu pelukmu juga titipan laut. Ajaran
untuk merindu padanya tapi lekas tau kapan harus pulang kemana, saya setuju.
Kemudian pada dadamu yang luaslah, saya pulang untuk mengisahkan segalanya.
woh saya jadi pengen main ke laut lagi.
BalasHapusoh iya mbak kalau kebetulan lagi cari tips fotografi boleh juga mampir ke blog saya di
gariswarnafoto[dot]com
terima kasih buat tulisannya
Hei,terima kasih kembali sudah membaca
HapusWaah iya nanti mampir kesana