Untuk
kebanyakan perempuan, berbelanja adalah kegiatan yang menyenangkan meskipun
barang-barang incaran tiap perempuan berbeda. Saya adalah salah satu perempuan yang
menikmati kegiatan ini untuk mencari keperluan yang saya butuhkan. Bahkan dari
daftar tempat favorit saya, dua
diantaranya adalah tempat untuk berbelanja yaitu toko buku dan supermarket bagian
bahan pangan basah seperti daging dan buah.
Dari
tempat kesukaan saya, kemudian muncul ajakan untuk menyambangai pasar
tradisional di salah satu kabupaten di Jogja sewaktu saya menginap disana. Pertanyaan
“mau ngapain sih?” langsung muncul
ketika ajakan tersebut dilontarkan. Sebab, sejak kecil dan masih suka ikut ibu
berbelanja di pasar saya pasti langsung meminta pulang apabila jajanan yang
saya mau sudah didapat karena tidak tahan berjubelan dan becek di sekitaran
pasar. Tapi demi jajanan-jajanan yang sudah lama tidak saya dengar namanya
sebagai jawaban, saya nurut saja dibonceng dengan mata mengantuk.
Sampai
di pasar dan parkir motor, saya sempat terdiam sebentar dan bertanya dalam hati
apakah mereka salah tempat atau tidak. Karena bagian depan pasar terlihat besar
dan bagus. Karena tidak tau apa-apa, mengekorlah saya ke tiga teman saya yang
sudah lebih dulu jalan. Terlihat memang, bahwa pasar ini baru saja selesai
dibangun. Bangunanannya apik dan besar untuk ukuran pasar yang berada di tengah
kabupaten. Lewat bagian depan, saya
menggumam paling hanya bagian depan yang dibuat bagus.
Ternyata,
setelah berkeliling los-los pedagang buah dan sayur yang berada di bagian
belakang juga tertata rapih dan bersih. Padahal kami kesana sewaktu pagi mulai
tinggi. Saya yang punya hobi berlama-lama di depan tumpukan sayuran dan buah
kegirangan melihat dagangan mbok-mbok
disana. Mereka juga ramah memberi tahu berbagai bahan makanan yang saya tidak
tau nama atau rasanya. Sayur dan buah yang dijual pun masih banyak yang bagus
meskipun matahari agak terik. Sampah juga tidak ada yang berceceran di sekitar
kios.
jajan! |
Hal
lain yang membuat saya menjadi jatuh hati, tentu saja jajanan pasar yang
untungnya masih ada sewaktu kami kesana. Ada lopis, pengananan berbahan dasar
beras ketan yang dilumuri gula jawa cair dan parutan kelapa , chenil yang berwarna-warni
dan kenyal, juga gethuk tak luput dari perhatian saya. Karena sudah agak siang
pula, kami diberi banyak bonus oleh si
mbah yang menjual. Padahal harganya
juga sudah murah. Kami berempat hanya menghabiskan uang sekitar Rp 20.000 untuk
jajan sampai kekenyangan. Sewaktu asyik memburu jajanan pasar, saya juga
melirik mbok jamu tradisional yang berdagang di sebelahnya.
Tanpa menyia-nyiakan waktu langsung saja segelas kunyit asam dan air jahe
memenuhi kerongkongan saya kering karena
tertawa-tawa sepanjang berada disana.
Minum jamu buatan tanagan simbok |
Pasar
tradisional kini benar-benar berganti wajah, hampir tak ada kesan kumuh
dan jorok. Lorong pasar juga lumayan
besar untuk dilalui para pengunjung dan pedagang. Beruntungnya kami sewaktu
kesana juga bukan pada hari pasar yang menurut sumber , jatuh setiap hari
kliwon jadi tidak begitu ramai. Tapi saya rasa walapun pasar sedang ramai,
pengunjung tetap dapat berbelanja dengan nyaman karena jalan cukup lebar. Barang-barang
yang dijual juga semakin lengkap, tak hanya kebutuhan dapur saja dan sudah
dikelompokkan menurut jenis barangnya, sehingga lebih terjaga kebersihan dan
higeinitasnya.
Mungkin
pergantian wajah di pasar tradisional seperti ini sudah lama dilakukan
pemerintah utnuk tetap menggiatkan daya saing dengan supermarket yang kian
menjamur. Saya yang sudah terlalu lama antipati terhadap pasar tradisional
sepeti ini sehingga baru tau belakangan ini. Padahal para si mbok dan pedagang lain di pasar justru
adalah yang paling dekat dengan kita. Di supermarket atau hypermart mungkin kita sudah biasa mendapat keramahan hasil
training pihak manajemen, meskipun bukan hal yang salah tetapi menurut saya
berinteraksi dan meminta dipilihkan barang terbaik di pasar-pasar tradisional
hasil pengalaman para pedagang menjadi sesuatu yang menyenangkan. Apalagi bagi
saya yang lebih sering hidup di lingkungan dengan kemahalan ramah tamah yang
spontan dan tulus. Untuk pemula yang baru ingin lirilk-lirik dapur atau belajar
memasak, pasar tradisional juga bisa dijadikan tempat belajar. Karena seringkali
para pedagang disana juga memberi saran masakan apa yang dapat dibuat berbekal
sedikit bahan dan cara masak yang mudah. Tak usah malu, coba saja bertanya pada
mereka sewaktu kios tak terlalu ramai agar kita dapat berinteraksi lebih banyak
dan juga tak malu dilihat pembeli lain tentunya.
Saya bahkan bercita-cita bisa mengajak
adik-adik ketempat ini nantinya untuk belajar banyak pengetahuan baru dengan
cara yang menyenangkan. Menyenangkan kalau mereka tau bahwa setiap pagi buta
truk-truk menurunkan suplai kebutuhan pangan dan sandang, tau bedanya kangkung,
bayam dan katuk sebelum di masak di dapur atau menghidu berbagai bau rempah
yang baru saja dipanen. Oh satu yang penting, membeli sendiri dan mencicipi
jajanan pasar yang berbagai jenis dan rasa agar mereka tau bahwa makanan enak
bukan hanya cheesecake berharga puluhan ribu per potongnya tapi juga
gethuk yaang bisa dibeli dengan harga dua ribu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar