Jumat, 21 November 2014

Jadi buruh? Kenapa tidak?

   Indonesia yang memiliki populasi manusia beratus-ratus juta mempunyai potensi sumberdaya manusia yang tak bisa dianggap remeh dunia, terutama dunia industri.
   Tak heran, jika investor asing seluruh dunia memutuskan membuat pabrik besar bahkan beberapa pemilik saham besar menjadikan Indonesia sebagai pusat produksinya, seperti salahsatu produk boneka paling terkenal di dunia. Maka cukupkah kita berbangga karena hal ini mampu menyerap banyak tenaga kerja dari masyarakat kita dan membuat negara memiliki pendapatan yang banyak?
   Boleh jadi iya, karena masyarakat kita tertolong, mereka yang berada dalam kondisi terdesak karena ekonomi, fisik, atau sebagainya bisa tetap produktif, terutama yang berada pada usia muda. Keadaan ini juga mengurangi angka pengangguran yang konon tiap tahun meningkat di Indonesia seiring meningkatnya laju pertumbuhan penduduk. Pertanyannya, mau sampai kapan?

   Jam kerja buruh yang beberapa orang yang saya kenal dirasa begitu menggila, hari libur atau izin yang sulit didapat, sampai kepada resiko kesehatan karena lingkungan tempat kerja kadang terasa tidak adil dengan apa yang didapat. Lalu kompensasinya? Para buruh dengan berbgai perkumpulan dan aliansi atas nama solidaritas menuntut kenaikan upah tiap beberapa selang waktu. Selesaikah masalah? Kalau iya, mengapa dalam kurun waktu beberapa sudah lebih dari 3 kali buruh berdemo mengharap kenaikan upah?
   Ayolah, bukankah setiap kenaikan upah disetujui kita hanya merasa menang? Padahal kenyataannya, hal itu hanya membuat harga-harga juga ikut naik karena biaya produksi semakin meninggi? Lalu korbannya? Kembali lagi seperti teori cermin, bahkan memperparah sektor lain.mereka yang bukan buruh dan tidak berpendapatan sebesar buruh  seperti guru honorer, freelancer, bahkan pengusaha kecil. Itukah solidaritas yang dielu-elukan? Saya rasa itu hanya akan mendidik yang lain bercita-cita menjadi buruh.
   Mungkin opsi lain bisa ditempuh, dibanding terus lelah berdemo tiap beberapa waktu menuntut kenaikan upah. Bermimpi adalah salahsatunya, karena esok lusa bila satu dua sampai sepuluh buruh bermimpi menjadi pengusaha mandiri lalu menyisihkan bagian-bagian kecil gajinya menjadi modal untuk lepas merdeka. Sebagai investasi jangka panjang berupa ilmu ataupun investasi berupa materi seperti tabungan dan tanah misalnya. Memulai langkah negaranya untuk mencipta barang apik dengan bidikan harga mumpuni.
    Lalu seluruh aliansi yang ada bersinergi membentuk badan terkuat melindungi para pengusaha dan pemikir dari mantan buruh. Bukan tidak mungkin beberapa belas tahun lagi, buruh-buruh dari Indonesia berbaris dalam jajaran penting di  sektor industri atau bahkan sektor lain baik di dalam maupun luar negeri karena buruh yang notabene pekerja di lapangan yang lebih paham keadaan seperti apa yang harus dihadapi dibanding mereka kini yang mungkin hanya tau sebatas teori.
   Tentu hal ini akan memudahkan Indonesia lebih stabil dalam bidang ekonomi hingga pertahanan, bahkan ketika masih ada buruh yang diperkerjakan mereka diasuh oleh orang-orang yang mengerti sulitnya menjadi buruh karena terdesaknya keadaan sehingga kekeluargaan pun tercipta di tempat kerja. Dimana pihak asing? Segan pada Indonesia tentunya karena keberadaan buruh yang mampumengembargo negaranya sendiri, tentunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar