Minggu, 21 Desember 2014

Bagaimana Saya Hanya Diharuskan Menempuh Jalan Berbeda OlehNya (2)

   Ini bagian kedua dari cerita yang saya alami satu tahun lalu untuk sebuah perjuangan baru.
   Setelah pengumuman dan saya tidak diterima di universitas yang menjadi tujuan saya (meskipun, Alhamdulillah sudah ada satu cadangan universitas lain), saya masih menunggu satu pengumuman lagi, yaitu penerimaan salahsatu politeknik kesehatan yang saya cadangkan untuk kelanjutan study saya. Alhamdulillah saya diterima disana tanpa tes juga, penerimaan ini ngga terlepas dari dukungan dan dorongan Ibu Dinni selaku guru BK saya di sekolah dan juga orangtua agar mencari alternatif lain agar waktu itu saya tidak terlalu stuck karena satu kegagalan, terimakasih. Hal itu membuat saya waktu itu memutuskan untuk tidak mengikuti tes tulis atau disebut SBMPTN kala itu. 
   Saya malah dengan santainya mengikuti lomba paskibra dan meninggalkan bimbingan intensif di tempat bimbel karena sudah tidak berniat ikut tes lagi. Latihan demi latihan kami lakukan dalam kurun waktu kurang dari seminggu. Di pasukkan tersebut, tak hanya saya yang merupakan siswa kelas XII. Kondisi kami berbeda-beda waktu itu, ada yang seperti saya sudah diterima di universitas, atau sekolah tinggi, ada yang masih menunggu pengumuman ada pula yang belum tau mau melanjutkan kemana. Tetapi, pada saat latihan, pelatih kami mengajarkan untuk berlatih fokus pada satu tujuan yang ingin kami tuju, jadi meskipun sebagian dari kami masih resah, saat latihan kami hanya memikirkan tentang lomba tersebut.
   Singkat cerita, dengan latihan kami yang bisa dibilang paling sebentar dibandingkan pasukkan lain kami bisa membawa pulang piala meskipun hanya peringkat minimal yang kami targetkan, yaitu sama dengan peringkat yang kami dapat tahun lalu dalam event yang sama. Keadaan tersebut membuat saya berpikir ketika fokus diarahkan pada satu titik tujuan yang jelas lalu dengan segala kesungguhan juga kepasrahan dengan apapun hasil yang akan diperoleh, bukan tidak mungkin Allah menjadikannya nyata. Pada saat itu saya mulai berpikir untuk mengikuti ujian tulis dan menganggkat lagi mimpi saya sebenarnya.
   Tidak hanya pelajaran yang saya dapat pada saat lomba yang membuat saya ingin kembali berperang, biaya kuliah di poltekkes pun menambah besar niat saya karena ternyata setelah tau berapa yang harus dibayarkan oleh kedua orangtua saya untuk biaya kuliah, saya merasa sedih dan tidak enak hati karena cenderung mahal. Jadi, saya harus mencari cara bagaimana ketika kuliah saya ingin meringankan beban kedua orangtua. Akhirnya saya utarakan keinginan saya kepada ibu dan bapak, alhamdulillah mereka sangat mendukung. 
   Jadi karena waktu SBMPTN tinggal sekitar 3 minggu lagi, saya memberanikan diri untuk mendaftar di 3 perguruan tinggi negeri berbeda dengan tetap memasukkan mimpi saya berkuliah di jurusan pendidikan biologi diurutan kedua. Lalu kenapa tidak yang pertama? Saya ternyata sempat merubah sedikit mimpi saya untuk berkuliah di jurusan teknik waktu itu. Saya pun kembali mengikuti bimbel, meski dengan teguran halus dari para tentor dan waktu yang mepet. Maafkan Ita ya kak :D
   Akhirnya waktu seleksi pun tiba, seleksi diadakan dalam waktu 2 hari  dengan dukungan dan doa dari kedua orangtua juga oran-orang disekitar termasuk ia yang percaya bahwa apapun yang terjadi mimpi harus diperjuangkan, terimakasih bang :). Namun, pada waktu mengerjakan soal-soal saya merasa banyak membuang waktu dan banyak soal yang tidak mampu saya kerjakan. Allah, saya pasrah sekali waktu itu bahkan pada hari kedua saya hampir menangis di depan ibu yang menjemput saya dari tempat tes hehe. 
   Saya tidak berani berharap banyak karena 3 dari pilihan saya adalah PTN dengan jurusan yang memiliki peminat tinggi. Hampir setara dengan jurusan kedokteran waktu itu. Singkat cerita, sesaat setelah saya pulang ke kampung halaman adalah waktu pengumuman. Saya masih ingat, itu H-1 sebelum tanggal 1 Ramadhan. Saya mengecek pengumuman di internet di atas commuterline setelah sesorean menghadiri pameran monorail di Monas dengan ibu dan adik saya. Sebenarnya saya ingin melihatnya di rumah tetapi rasa penasaran saya tidak bisa menunggu lebih lama dan akhirnya saya membukanya saat itu jug, dan alhamdulillah saya lolos di pilihan kedua di cita-cita saya Pendidikan Biologi UNY. haru sekali rasanya, seorang bapak pun berpesan untuk tak lupa bersyukur karena rezeki itu karena tak banyak yang bisa masuk ke universitas.

   Mungkin akan terlayang berbagai protes keras karena jalan masuk yang terkesan ngoyo untuk akhirnya sampai pada mimpi saya yang sebenarnya. Hal itu juga saya rasakan dulu, ketika akan menghadapi SBMPTN, saya dianggap tidak mau bersyukur, merebut jatah yang lain, sampai dianggap gila melepas apa yang sudah saya dapat. Semuanya sempat terpikir dan membuat saya down waktu itu, tapi cukup dengan doa dan semangat dari orang-orang yang benar-benar tau bagaimana kondisi saya seperti kedua orangtua juga sahabat-sahabat baik saya memutuskan menulikan telinga dan melaju. Apa pasal, waktu itu saya juga belum terlalu paham, yang saya tau tujuan saya harus tercapai.
  Ternyata, Allah mengabulkannya pun bukan tanpa alasan. Takdir juga kenekatan yang saya bawa membawa beberapa berkah bagi saya, keluarga juga lingkungan, insyaallah. Jika saya waktu itu berhenti berusaha dan menerima sekolah cadangan yang saya siapkan, justru besar kemungkinan saya bisa jadi putus kuliah di tengah jalan saya rasa karena berbagai macam faktor terutama ekonomi. Iya, saya bukan berasal dari keluarga yang serba cukup, pemasukan keluarga kami hanya bersumber dari ayah yang berprofesi sebagai pedagang kecil.Alasan lain, jarak rumah dengan kampus yang agak nanggung, kalau dipaksakan ngekost ya sayang tapi pulang pergi juga ongkos dan waktunya tak sedikit. Juga masalah pergaulan, disini sekarang meski saya belum sepenuhnya menjadi lebih baik, paling tidak arus pergaulan dan atmosfer lingkungan kampus cukup kondusif dan tidak terlalu ribet seperti di Jakarta sana.Bukan saya lantas memutuskan instansi yang saya  tolak itu buruk lingkungannya, tapi siapa yang mau menyangkal bahwa pergaulan di Jakarta sana yang lumayan dekat dari tempat tinggal saya lebih rumit cara dan besar arusnya, sedangkan kelemahan saya adalah begitu mudah terseret.
   Jadi, selanjutnya beranikah kamu bermimpi dan sampai pada langkah terakhir? Banyak memang orang kemudian bahagia atau sukses ketika tidak sejalan dengan mimpinya. Tapi paling tidak, ada langkah pertama dan beberapa langkah selanjutnya sebelum Sang Pemilik Kehendak memperlihatkan kesempatan yang lebih baik dan mulai bermimpi di dimensi yang lain. Jika hanya diam, saya rasa semesta bisa jadi mengucilkan kamu, jadi mengutip pesan Soekarno mulailah bermimpi dan meletakkannya di angkasa, maka ketika kamu jatuh kamu akan jatuh di antara bintang bintang :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar